“.. otoritas tidak hanya berasal dari kekuasaan formal dan hukum semata, juga persetujuan masyarakat yang didasari pada aspek moralitas. Ini kian menuntut pemahaman bahwa selain legitimasi hukum dan demokratis, masih perlu mengedepankan legitimasi moral..” kata Harmoko.
Sejak dulu kita kenal istilah legitimasi tradisional, legitimasi karismatik dan legitimasi rasional – legal sebagaimana tipe dasar legitimasi yang disebutkan sosiolog Max Weber.
Kini, dalam menyikapi perkembangan situasi, kita sering mendengar legitimasi moral, politik dan sosial. Bahkan, ada yang menyebut sekarang ini terjadi krisis legitimasi moral dan politik.
Tidaklah berlebihan karena legitimasi itu sendiri tak lepas dari aspek moralitas, dukungan politik dan publik (sosial masyarakat). Jika ketiga dukungan ini menguat, sebuah kebijakan akan terlegitimasi dengan baik ( legitimated).
Baca Juga: Kopi Pagi: Pemimpin Harus Tegas, Rakyat Menunggu Keberpihakan
Boleh jadi dukungan politik sangat solid dan kuat, tetapi tidak demikian dengan publik karena ditengarai kebijakan dimaksud lebih menguntungkan sekelompok elite, ketimbang kepentingan publik.
Tunjangan perumahan anggota dewan, kenaikan PBB misalnya, mendapat penolakan publik karena tidak mencerminkan asas keadilan, tidak memiliki rasa empati serta tak selaras dengan etika dan moral. Bisa jadi, ini satu dari sekian kebijakan eksekutif dan legislatif yang tak sesuai harapan masyarakat.
Sementara kita tahu, masifnya dukungan masyarakat dalam merespons kebijakan, akan memperkuat legitimasi, sebaliknya tiadanya dukungan publik, pertanda rendahnya legitimasi moral yang dapat menyebabkan ketidakstabilan sosial akibat kepercayaan masyarakat memudar.
Erosi legitimasi, utamanya dari sisi moral dan sosial, belakangan ditengarai kian teraktualisasi.
Ini ditandai, di antaranya dengan meluasnya penolakan rakyat atas kebijakan yang digulirkan sejumlah pejabat publik baik di tingkat pusat maupun daerah. Kurangnya rasa empati, bukan hanya terhadap kondisi kehidupan rakyatnya yang kian terbebani beragam persoalan mulai dari ekonomi dan sosial. Juga lemahnya membangun komunikasi publik yang beradab sebagaimana jati diri bangsa.
Baca Juga: Kopi Pagi: Keberagaman Antar Kesejahteraan