“.. nasionalisme akan semakin tertanam dalam jiwa, jika negerinya, bangsanya kian berprestasi di mata dunia. Jika Indonesia makin diidolakan dunia. Jika para tokoh bangsa, tokoh- tokoh muda Indonesia semakin berkarya, kreatif dan diakui dunia,” kata Harmoko.
Nasionalisme yang lemah bisa membuat negara goyah, sebaliknya nasionalisme yang kuat, tak hanya menjadikan negara kian kuat dan selamat, juga hebat.
Begitupun nasionalisme yang sempit bisa membuat negara terhimpit, boleh jadi morat-marit.
Siapa menduga Uni Soviet yang dijuluki Negeri Tirai Besi, bisa terpecah belah.
Telaah para ahli menyatakan salah satu penyebabnya adalah terjadinya peningkatan kekerasan akibat persaingan kepentingan etnis di republik-republik Soviet.
Baca Juga: Kopi Pagi: Menjaga Konstitusi Negara
Maknanya nasionalisme sempit yang hanya didasarkan kepada ego sektoral seperti adat dan budaya setempat, etnis, dan bahasa tertentu bisa menjadi pemicu lemahnya nasionalisme.
Lebih - lebih jika dibarengi kinerja ekonomi buruk yang ditandai kian meningkatnya kesenjangan sosial, semakin merebaknya angka pengangguran serta kian labilnya kondisi politik dan keamanan.
Kita bersyukur, negeri kita yang penuh keberagaman, masih tetap kokoh dan kuat. Ini tak lain karena adanya kesadaran yang tinggi dari seluruh elemen bangsa tentang pentingnya menjaga kesatuan di atas keberagaman.
Meski begitu, tak lantas kita boleh berleha - leha tanpa edukasi dan gerakan yang mengarah kepada generasi masa kini yang lahir di era digital.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang ditandai semakin menihilkan batas-batas negara, tidak bisa kita tolak.