Keempat, mereka merasa frustrasi, putus asa, masa depan suram dan marah atas takdir yang menimpa. Kaum miskin merasa tidak memiliki kontrol atas kehidupan mereka sendiri. Mereka dieksploitasi dan diperbudak terus.
Kelima, mereka tidak mendapatkan keadilan sisial sebab yang diterima justru ketidakadilan sosial. Bagi mereka kebijakan pemerintah hanya untuk orang kaya, keluarga, kerabat dekat, golongan, suporter, investor dan partainya saja.
Keenam, kaum miskin merasa tidak memiliki saluran yang efektif untuk mengekspresikan keluhan dan tuntutannya. Mereka akhirnya memilih amok sebagai cara untuk mengekspresikan diri. Saat hukum dan agensinya mati, amok itulah hukumnya.
Baca Juga: Ekonomika Pancasila: Republik Kemakmuran
Sayangnya, pemerintah saat ini meresponnya dengan "guyon." Yaitu membuat polisi naik pangkat; politisi naik alphard; TNI naik anggaran; DPR naik tunjangan. Sedangkan kaum miskin cuma naik darah. Lalu, marah!
Menyakitkan, menjijikkan dan jahiliyah. Ketika pemerintah mengeksploitasi kaum miskin, mereka menyebutnya "bisnis." Ketika kaum miskin melawan, mereka menyebutnya "anarkis". (*)