Ekonomika Pancasila: Di Bawah Bendera Pengangguran

Rabu 16 Jul 2025, 07:11 WIB
Ekonomika Pancasila oleh Yudhie Haryono (Sumber: Dok. Poskota)

Ekonomika Pancasila oleh Yudhie Haryono (Sumber: Dok. Poskota)

Oleh Yudhie Haryono

CEO Nusantara Centre

BICARA pengangguran, kita teringat hipotesa, "Ke luar dari ide yang sudah mapan lebih sulit daripada mengembangkan ide baru (John Maynard Keynes)." Sepertinya, ekonomi-politik kita 21 tahun terakhir mengalami tesis Keynes ini. Kita mengulang-ulang ide ekonomi purba yang telah jelas tak maksimal keberhasilannya. Dan, bukan hanya mengulang ternyata, tetapi bangga dan mengkampanyekannya.

Padahal ide ekonomi purba itu cuma tiga: defisitkan APBN, gembrotkan hutang, naikkan pajak. Tak lebih, tak kurang. Lebih jahiliyah lagi, ide itu dikerjakan oleh team ekonomi yang sama dan dipimpin oleh agensi yang serupa.

Karenanya, di balik kemilaunya "ekonom hit guys" yang kongkow dan ngopi di istana, ada kisah pahit penderitaan warga negara yang nganggur, kena PHK, kesulitan permodalan, serta ketiadaan lapangan pekerjaan.

Kini, jumlah pengangguran di Indonesia tahun 2025 mencapai 9,28 juta orang, termasuk lebih dari 1 juta lulusan universitas. Komposisi ini menarik untuk dipertanyakan pada para ekonom dan tekhnokrat penyangga rezim hari ini: sebenarnya mereka melakukan apa?

Jangan-jangan, yang berkuasa itu bukan barisan yang duduk di kursi kekuasaan, melainkan mereka yang membiayai dan membeli kursi. Dengan logika ini, mengatasi pengangguran dan kemiskinan plus kesenjangan memang bukan tujuan. Program itu, tidak tak pernah mampir di hati, pikiran maupun target nasional Indonesia.

Jika tak pernah dipikirkan, bagaimana itu bisa pengangguran habis dan tercipta negeri pancasila yang memanusiakan manusia serta hidup bersama seiya sekata? Maka, tak ada pilihan lain kecuali menempatkan isu pengangguran sebagai program nasional yang harus segera dientaskan.

Bagaimana ekonomi pancasila menjawab banjir pengangguran yang terus berulang setiap tahun dan setiap generasi? Ada banyak strategi. Tetapi yang paling utama ada tiga. Ini sangat ideologus. Pertama, balik ke ekonomi konstitusi. Kedua, ganti agensi ekonom hit guys yang telah terbukti gagal total. Ketiga, kurikulumkan epistemik kesetiakawanan nasional.

Selebihnya adalah soal tekhnis, yaitu: ciptakan program padat karya. Program ini non birokratis yang mampu menyerap semua pengangguran yang tak punya kwalitas.

Berikutnya program peningkatan keterampilan. Ini ditujukan bagi pengangguran yang ingin memasuki bursa lebih kompetitif. Tentu agar mereka lebih sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Lalu, membuat link and match antara dunia pendidikan, kebutuhan industri dan pasar kerja.


Berita Terkait


News Update