Ekonomika Pancasila: Republik Kemakmuran

Rabu 13 Agu 2025, 21:39 WIB
Ekonomika Pancasila oleh Yudhie Haryono (Sumber: Dok. Poskota)

Ekonomika Pancasila oleh Yudhie Haryono (Sumber: Dok. Poskota)

Oleh: Yudhie Haryono (CEO Nusantara Centre)

Makmur itu apa? Mengapa tak banyak jumpa pemikir (ekonom) kemakmuran bersama di sekitar kita? Inilah dua pertanyaan penting yang akhir-akhir ini mengemuka.

Pertanyaan-pertanyaan itu terus hadir di kelas-kelas ekonomi politik: baik di kampus maupun forum bebas. Hal ini mungkin karena banyak orang mulai yakin bahwa praktek oligarki, kartel dan kleptokrasi yang predatoris dan memiskinkan sebagian besar rakyat akan berlangsung lama.

Hal ini juga disebabkan ekonom kita mati rasa, mati akal soal "kemakmuran bersama." Nalar mereka tak cukup kuat, tak cukup jenius dalam menemukan solusi dan jawabannya. Berpuluh tahun mereka berkuasa, kemakmuran perorangan yang ada, kemakmuran golongan yang mengemuka. Inilah dosa terbesar mereka: bangga jadi ekonom anti pancasila.

Baca Juga: Ekonomika Pancasila: Rekapitalisasi Kekayaan Nasional

Menurut Douglass C. North (1920-2015), "kemakmuran suatu negara membutuhkan pikiran yang terbuka, ekonom handal, mental penghormatan terhadap supremasi hukum, rasa saling percaya dan berbagai lembaga formal dan informal yang kuat, fokus plus serius."

Kelembagaan ekonomi dan ekonom handal menjadi penting agar tidak mengabaikan faktor-faktor non ekonomi (nilai-nilai, budaya dan rule of life) dalam aktifitas masyarakatnya. Mengapa begitu? Karena sudah banyak yang menyadari bahwa kegagalan menghadirkan kemakmuran pada umumnya disebabkan oleh kegagalan institusi yang kredibel dan tidak kompetennya para ekonom.

Sungguh, keduanya penting agar kita mampu merumuskan hubungan resiprokal dan interaksi antara institusi dan ekonomi: bagaimana institusi memengaruhi fungsi, kinerja dan pengembangan ekonomi serta, pada gilirannya, bagaimana perubahan dalam ekonomi memengaruhi institusi (resiprokal).

Sayangnya, kelembagaan dan agensi kita gagal menjadi dua yang menginspirasi. Pada lembaga terjerat birokratisme dan feodalisme. Pada agensinya terjerat kemiskinan narasi dan minus kejeniusan. Singkatnya, lembaga dan ekonom kita bukan entitas jenius-inovatif. Kehadiran mereka tidak memotivasi dan menjadi pencerah sekitarnya.

Baca Juga: Ekonomika Pancasila: Restrukturisasi dan Redistribusi Aset

Sebaliknya, mereka berpikir dan memimpin dengan memberi contoh buruk dan tertutup: anti inovasi. Pada tangan-tangan kotor milik merekalah, nasib bangsa ditentukan dan remuk nasibnya. Orang-orang seperti merekalah yang membuat Indonesia hanya punya mimpi sejahtera bersama, tetapi hasilnya kere serta paria bersama.


Berita Terkait


undefined
Nasional

Merealisasi Ekonomi Pancasila

Rabu 09 Jul 2025, 12:41 WIB

News Update