POSKOTA.CO.ID - Banyaknya wakil menteri yang merangkap jabatan sebagai komisaris di BUMN menjadi salah satu topik yang acap diperbincangkan publik.
Kritikan tajam pun disampaikan sebagai cermin adanya ketidaksetujuan atas kebijakan dimaksud yang berujung kepada adanya gugatan melalui Mahkamah Konstitusi (MK).
Hasilnya, melalui putusan yang dibacakan dalam sidang pleno di Ruang Sidang MK, di Jakarta, Kamis pekan lalu, 28 Agustus 2025, MK memutuskan bahwa wakil menteri dilarang merangkap jabatan sebagai komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta atau pemimpin organisasi yang dibiayai dari APBN dan atau APBD.
Baca Juga: Obrolan Warteg: Jangan Asal Bicara
“Klir sudah, putusan MK ini mengakhiri kontroversi soal rangkap jabatan wamen,” ujar bung Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan bang Yudi.
“Tapi masih ada tenggat waktu dua tahun untuk rangkap jabatan dimaksud, karena putusan MK menyebutkan demikian. MK memberi waktu bagi pemerintah selama dua tahun untuk menyesuaikan keputusan tersebut,” tambah Yudi.
“Artinya para wamen masih memungkinkan merangkap jabatan sebagai komisaris di BUMN hingga dua tahun mendatang, setelah Agustus 2027 tidak boleh lagi,” kata Heri.
“Dua tahun itu yang maksimal, tetapi lebih cepat akan lebih baik. Ini sebagai bentuk kepatuhan terhadap konstitusi, selain untuk merespons aspirasi publik yang menolak rangkap jabatan menteri/wakil menteri,” jelas mas Bro.
Baca Juga: Obrolan Warteg: Perlu Menahan Diri
‘Iya juga, kalau bisa lebih dipercepat dan hasilnya akan lebih baik, mengapa diperlambat,” kata Yudi.
“Tak ubahnya dalam pelayanan publik, kalau bisa dipercepat mengapa diperlambat. Bukankah dengan mempercepat pelayanan , produktivitas pelayanan akan meningkat. Yang diuntungkan bukan hanya masyarakat, juga lembaga pemberi pelayanan,” urai Heri.
“Begitu juga dalam merespons aspirasi masyarakat. Lebih cepat menyerap aspirasi, kemudian sesegera mungkin menindaklanjuti dan menyelesaikannya akan lebih baik, ketimbang menunda- nunda,” ujar mas Bro.
“Masyarakat senang aspirasinya diperhatikan karena pemerintah garcep (gerak cepat) dalam merespons setiap aspirasi publik,” ujar Yudi.
“Tapi dalam merespons setiap aspirasi itu perlu proses, tidak bisa serta merta. Ada sejumlah pertimbangan agar tidak salah arah dan tujuan, tidak melenceng dari harapan rakyat,” kata Heri.
“Setuju, tetapi dalam merevisi kebijakan tak perlu menunggu waktu, terlebih aturan untuk merevisi sudah terbit, rujukannya sudah jelas, aturannya pun sudah tegas. Tunggu apa lagi,” urai mas Bro. (Joko Lestari)