Lebih lanjut, Sylvana menekankan pentingnya peran orang tua dan sekolah dalam mencegah remaja terlibat dalam demonstrasi.
Ia mengungkapkan bahwa pihaknya juga telah mencatat sejumlah sekolah yang siswanya banyak terlibat dalam aksi unjuk rasa. Sehingga pihak sekolah juga wajib memberikan literasi terkait penyampaian pendapat di muka umum.
“Sekolah harus mengambil langkah untuk mencegah kejadian serupa berulang, karena banyak anak yang ikut tanpa memahami tujuan aksi tersebut,” tambahnya.
Kendati demikian, Sylvana menegaskan bahwa remaja tetap memiliki hak untuk menyampaikan pendapat. Namun, hal itu harus dilakukan dengan cara yang tertib, konstruktif, dan sesuai dengan aturan hukum.
Baca Juga: Empat Laporan Diterima Polda Metro Jaya Pascademo di DPR
KPAI berharap kejadian ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk lebih melindungi anak-anak dari keterlibatan dalam aktivitas yang dapat membahayakan.
“Kami ingin generasi muda tetap bisa menyuarakan aspirasi secara positif untuk mendukung visi Indonesia Emas,” ucap Sylvana.
351 Orang Ditangkap
Dalam aksi penyampaian dengan tajuk "Revolusi Rakyat Indonesia" di sekitar Gedung DPR, Jakarta Pusat yang berakhir ricuh polisi menangkap sebanyak 351 orang.
Mereka diduga terlibat dalam aksi perusakan fasilitas umum dan penyerangan terhadap petugas serta pengguna jalan.
"Kami mengamankan setidaknya ada 351 orang, mereka secara masif diduga melakukan pengrusakan fasum, melempari pengendara di jalan tol. Sehingga mengakibatkan membahayakan pengguna jalan, dan juga menyerang petugas," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi
Menurut Ade Ary, dari 351 orang yang ditangkap, sebanyak 155 di antaranya adalah dewasa, sedangkan 196 lainnya adalah anak di bawah usia 18 tahun dan mayoritas pelajar.
Disebutnya, ratusan pelajar yang ditangkap tersebut berasal dari berbagai daerah seperti Tangerang, Bekasi, Depok, Bogor, hingga Sukabumi. Diduga para pelajar itu terlibat usai terpancing ajakan melalui media sosial (medsos).