Pertumbuhan Ekonomi 5,2 Persen Versi BPS Dipertanyakan, Pengamat Soroti Metodologi Andal dan Kepentingan Investor

Senin 11 Agu 2025, 14:24 WIB
Kondisi sepi Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur, membuat membuat banyak pedagang resah sehingga melaporkan bahwa pendapatan harian mereka hanya ratusan ribu rupiah. (Sumber: Poskota/Bilal Nugraha Ginanjar)

Kondisi sepi Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur, membuat membuat banyak pedagang resah sehingga melaporkan bahwa pendapatan harian mereka hanya ratusan ribu rupiah. (Sumber: Poskota/Bilal Nugraha Ginanjar)

POSKOTA.CO.ID – Klaim Badan Pusat Statistik (BPS) mengenai pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,2 persen menuai kritik dari sejumlah pengamat. Data tersebut dinilai tidak sejalan dengan kondisi riil masyarakat dan berpotensi memengaruhi kepercayaan investor.

Pengamat politik Rocky Gerung menilai, dalam konteks global, validitas dan reliabilitas data ekonomi sangat penting bagi keputusan investasi.

“Karena itu maka beberapa researcher itu bahkan mempersoalkan sampai diminta kirim surat ke lembaga-lembaga luar negeri PBB untuk mengusut apakah data Indonesia itu reliable dan metodologinya dan validity dari kumpulan kuantifikasi itu betul-betul validitasnya terandal,” ujar Rocky, dikutip dari kanal YouTube Rocky Gerung Official.

Rocky menuding ada kemungkinan window dressing pada data BPS agar terlihat positif. Beberapa peneliti bahkan, kata dia, berencana melaporkan hal ini ke lembaga internasional, termasuk PBB, untuk memeriksa metodologi dan akurasi data tersebut.

Baca Juga: Lindswell Kwok Ikut Soroti Hadiah Rolex dari Prabowo untuk Timnas, Bukan Cuma Ernest Prakasa, Ini Profilnya

“Kita mulai menduga bahwa pemerintah dalam hal ini BPS mulai bermain-main dengan data dan itu berbahaya karena kejujuran data itu, itulah dasar dari kepercayaan investor. Salah satu kunci dari kepercayaan investor adalah datanya betul-betul teruji dan validitasnya bisa dipastikan dan reliability dari metodologinya bisa diuji silang, itu intinya.” tambahnya.

Jurnalis senior Hersubeno Arief mempertanyakan logika di balik data BPS yang menyebut ekonomi tumbuh di atas 5 persen, sementara daya beli masyarakat turun.

“Penggerak utama ekonomi kita konsumsi rumah tangga. Kalau rumah tangga saja tak punya daya beli, bagaimana bisa ekonomi tumbuh di atas 5 persen?” katanya.

Rocky juga menggarisbawahi ketidakcocokan data BPS dengan kenyataan harga kebutuhan pokok yang melonjak. Ia menyebut fenomena ini berpotensi menurunkan kepercayaan investor dan membuka peluang spekulasi jangka pendek di pasar.

Baca Juga: Daging Kurban Prabowo-Gibran tak Didistribusikan ke Masyarakat, Ini Penjelasan BPM Istiqlal

“Padahal kita tahu kan pertumbuhan ekonomi kita itu penggerak utamanya adalah konsumsi domestik alias konsumsi rumah tangga. Lah, sementara rumah tangganya saja enggak bisa, enggak punya daya beli kok malah naik pertumbuhan ekonominya?” ujarnya.


Berita Terkait


News Update