Pengantar: Merajut kebersamaan guna memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, tak sebatas retorika, tetapi butuh realita dan aksi nyata. Bukan mengejar citra. Begitupun edukasi nilai -nilai patriotisme dan nasionalisme. Tema tersebut kami sajikan dalam tulisan tiga seri dalam rangkaian peringatan HUT ke- 80 Proklamasi Kemerdekaan RI . (Azisoko),
“Kalau pun pada masa lalu terdapat aspirasi politik yang berbeda, bahkan pernah saling berseberangan, kini wajib dihilangkan. Masa depan menjadi milik bersama, bukan lagi milik golongan atau perorangan. Meraih masa depan sebagaimana dicita- citakan wajib dilakukan dengan penuh kebersamaan,” kata Harmoko.
Bung Karno, sang proklamator, pernah berpesan bahwa “Negeri ini, Republik Indonesia, bukanlah milik suatu golongan, bukan milik suatu agama, bukan milik suatu kelompok etnis, bukan juga milik suatu adat-istiadat tertentu, tapi milik kita semua dari Sabang sampai Merauke!”
Di sisi lain, Bung Hatta, juga sang proklamator juga pernah mengingatkan bahwa jatuh bangunnya negara ini, sangat tergantung dari bangsa ini sendiri.
Makin pudar persatuan dan kepeduliaan, Indonesia hanyalah sekadar nama dan gambar seuntaian pulau di peta.
Dari pesan sang proklamator, founding fathers, para pendiri negeri ini dapat kita petik bahwa merajut kebersamaan di atas keberagaman harus terus dilakukan.
Melalui kebersamaan yang senantiasa kita jaga dapat memperkokoh persatuan dan kesatuan guna mewujudkan cita –cita sejak negeri didirikan, yakni kesejahteraan umum dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Merajut kebersamaan adalah kata yang mudah diucapkan, tetapi tak semudah membalikkan telapak tangan, terlebih di era sekarang ini, di tengah kemajuan teknologi informasi dan komunikasi.
Slogan membangun kebersamaan acap kita dengar, bergotong royong sebagai wujud nyata membangun negeri tiada henti kita dengungkan, tetapi fakta yang kita jumpai tak sedikit muncul konflik, ketersinggungan, sikap emosional yang berlebihan yang dapat merenggangkan kebersamaan.
Kita tentu tak ingin adanya kebersamaan semu, kebersamaan yang diwarnai segala prasangka akibat beda latar belakang sosial ekonomi dan sosial politik dan sosial kemasyarakatan.
Kita berharap adanya kebersamaan tanpa prasangka dan curiga akibat beda pandangan, beda dukungan dan aspirasi politik. Kita ingin tetap bersama dalam kebersamaan dengan melepaskan ego pribadi, sektoral dan kepentingan lainnya.