“Bersikap bijaksana, lemah lembut, berwawasan luas, dan berbudi pekerti luhur, selaras kata dan perbuatannya, sering disebut berbudi bawa laksana sebagai teladan bagi bawahan dan rakyatnya..” kata Harmoko.
Tak satupun pemimpin yang tidak ingin dipercaya dan dicintai oleh masyarakat. Di level manapun, mulai dari lingkungan rukun tetangga, balai kota hingga istana.
Sayangnya, kepercayaan tidak datang serta merta begitu saja. Kepercayaan tidak turun dari langit, tetapi harus dibangun dengan investasi yang panjang. Kepercayaan harus dibangun dari bawah sebagai pondasi utama dalam memperkuat hubungan baik secara personal, interpersonal, komunal.
Dalam kehidupan bermasyarakat, berbagsa dan bernegara, kepercayaan menjadi aset berharga untuk membangun reputasi dan kredibilitas.
Baca Juga: Kopi Pagi: Politik Tebar Pesona
Pemimpin terpercaya dengan mudah akan mendapatkan dukungan publik dalam melaksanakan program pembangunan. Cukup beralasan jika acap mencuat mosi tak percaya kepada pemimpin yang dinilai tidak kredibel.
Itulah sebabnya para pemimpin di tingkatan manapun wajib membangun kepercayaan melalui keteladanan, bukan sebatas mengumbar pernyataan.
Di tengah beragam tantangan yang menghadang di era sekarang ,di tengah situasi dunia yang kian tidak pasti, kian dibutuhkan aksi nyata, bukan sekadar retorika dan propaganda.
Pemimpin hendaknya senantiasa berada di depan mrantasi gawe sebagaimana falsafah kepemimpinan yang diteladankan para tokoh bangsa terdahulu sebagai rujukan.
Sejarah mencatat, Kerajaan Mataram Islam mengalami puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Agung Hanyokrokusumo (1613-1645) dengan wilayah kekuasaan mencakup Pulau Jawa ( kecuali Banten dan Batavia), Pulau Madura, serta daerah Sukadana di kalimantan Barat.
Baca Juga: Kopi Pagi: Warisan Politik