POSKOTA.CO.ID - Kebebasan berpendapat kembali menjadi sorotan setelah kreator konten sekaligus akademisi, Sherly Annavita, mengaku mengalami teror fisik usai menyampaikan kritik terhadap penanganan bencana Sumatera, khususnya Aceh.
Aksi intimidasi tersebut diduga berkaitan dengan sikap vokalnya yang menyoroti lambannya respons pemerintah dalam menyelesaikan dampak bencana lingkungan.
Melalui unggahan video di akun media sosialnya, Sherly memperlihatkan kondisi rumahnya di Jakarta yang menjadi sasaran pelemparan telur busuk.
Tidak hanya itu, kendaraan pribadinya juga dicoret menggunakan piloks warna merah. Ia turut menunjukkan beberapa lembar surat ancaman yang dikirimkan ke rumahnya, bahkan memuat identitas keluarganya.
Baca Juga: Rumah Tua Berusia 100 Tahun Ambruk, Diding Boneng Menyesal Lalai Menjaga Warisan Keluarga
Sherly Annavita: Ancaman Langsung ke Kediaman Usai Kritik Bencana Sumatera

Sherly Annavita, influencer dan dosen asal Lhokseumawe, Aceh, melaporkan eskalasi ancaman yang dialaminya. Setelah vokal menyoroti penanganan bencana Sumatera, terutama di tanah kelahirannya, ia kini menghadapi teror fisik langsung di rumahnya di Jakarta.
“Sangat sulit untuk dibilang ini tidak diorkestrasi atau tidak ada yang memerintahkan,” ungkap Sherly melalui unggahan di media sosialnya, Selasa 30 Desember 2025.
Aksi teror yang dialami Sherly tergolong serius. Dari video yang dibagikan di media sosialnya, lulusan Universitas Paramadina itu memperlihatkan bahwa rumahnya di Jakarta mendapatkan kiriman telur busuk, mobilnya di coret dengan Pilok warna merah, hingga mendapatkan beberapa lembar surat yang isinya ancaman dan identitas keluarganya.
Salah satu surat ancaman yang diperlihatkan bertuliskan: “SHERLY. JGN KAU MAANFAATKAN BENCANA DI ACEH UNTUK MENCARI POPULARITAS MURAHAN DAN UNTUK MENAMBAH CUAN BUAT KAMU PRIBADI JGN KAMU MENGIRING OPINI SESAT.”
Sherly, yang juga merupakan lulusan S2 Social Impact dari Swinburne University, Melbourne, dikenal sebagai salah satu suara paling nyaring pasca bencana di Sumatera.
Ia kerap kritis penanganan bencana Sumatera yang dinilainya lamban, sementara pemerintah belum juga menetapkan status bencana nasional atas musibah yang telah menelan banyak korban jiwa tersebut.
