Kasus ini menjadi contoh nyata fenomena toxic attention yang semakin marak di media sosial, di mana penderitaan orang lain dimanfaatkan untuk mengejar popularitas.
Di balik kedok konten amal, banyak kreator justru melanggar etika dan mempermalukan orang yang lemah demi likes dan shares.
Kejadian ini mengingatkan kita bahwa di era digital, etika tidak boleh dikorbankan hanya demi viral. Konten boleh menghibur, tapi tidak dengan menginjak martabat orang lain.