Mengapa Posibilisme Dianggap Lebih Realistis daripada Determinisme? Ini Penjelasan Ahli Geografi

Sabtu 02 Agu 2025, 17:54 WIB
Fakta Mengejutkan! Pandangan Posibilisme Lebih Diterima di Era Modern, Ini Alasannya (Sumber: Pinterest)

Fakta Mengejutkan! Pandangan Posibilisme Lebih Diterima di Era Modern, Ini Alasannya (Sumber: Pinterest)

POSKOTA.CO.ID - Sejak awal sejarah, manusia dan lingkungan selalu terlibat dalam hubungan yang kompleks. Bagi sebagian ilmuwan klasik, alam adalah panglima yang tak tergugat; kehidupan manusia hanya cerminan dari kondisi geografis yang mengikatnya.

Inilah inti dari determinisme geografis, sebuah aliran pemikiran yang menyatakan bahwa iklim, topografi, dan sumber daya menentukan budaya, pola hidup, hingga kemajuan suatu masyarakat.

Namun, kenyataan tidak sesederhana itu. Manusia bukan makhluk pasif yang menyerah pada nasib geografi. Dengan berkembangnya teknologi dan ilmu pengetahuan, manusia mampu merekayasa kondisi lingkungannya, dari membendung sungai hingga membangun kota di gurun. Di sinilah lahir pemikiran baru yang lebih optimis dan dinamis: possibilisme.

Baca Juga: Bangunan Bedeng di Gudang Dinas SDA Jakarta Ludes Terbakar

Apa Itu Possibilisme?

Possibilisme adalah pendekatan dalam geografi yang menekankan bahwa lingkungan menyediakan berbagai kemungkinan (possibilities), namun manusialah yang memilih bagaimana menanggapinya. Konsep ini diperkenalkan oleh ahli geografi asal Prancis, Paul Vidal de la Blache, sebagai respon terhadap determinisme yang dianggap terlalu menyederhanakan kompleksitas realitas sosial dan budaya.

Alih-alih melihat alam sebagai penentu tunggal, possibilisme mengakui adanya interaksi timbal balik: alam membentuk peluang, dan manusia menentukan pilihan. Ini bukan semata argumen ilmiah, melainkan refleksi filosofi yang menghormati akal budi manusia.

1. Keseimbangan antara Alam dan Kehendak

Possibilisme memberi tempat bagi lingkungan sebagai konteks, namun bukan sebagai takdir. Misalnya, masyarakat di pegunungan tidak harus hidup miskin atau terisolasi hanya karena kontur alam yang curam. Dengan kreativitas, mereka bisa membangun terasering atau sistem transportasi gantung.

Dalam pendekatan ini, manusia diposisikan sebagai aktor aktif yang dapat memilih jalan hidupnya—mengubah tantangan menjadi peluang. Ini menjadi antitesis dari determinisme yang melihat manusia sebagai korban geografis.

2. Bukti Empiris: Sejarah yang Berbicara

Fakta sejarah mendukung pendekatan possibilisme. Lihat bagaimana bangsa Mesir kuno memanfaatkan Sungai Nil bukan hanya sebagai sumber air, tetapi sebagai poros peradaban. Atau Jepang, negara kepulauan rawan bencana, yang justru menjadi salah satu kekuatan teknologi dunia karena respons adaptif dan budaya inovatifnya.

Contoh lain yang relevan adalah:

  • Terasering di Bali: Sawah yang dibangun mengikuti kontur tanah dengan sistem subak mencerminkan adaptasi lingkungan yang berkelanjutan.
  • Tembagapura, Papua: Kota tambang modern yang dibangun di daerah pegunungan ekstrem menunjukkan bahwa manusia mampu mendirikan pemukiman dengan bantuan teknologi.
  • Brasilia, Brasil: Ibu kota baru yang dirancang dari nol di tengah hutan, mencerminkan perencanaan spasial manusia yang visioner.

3. Kritik terhadap Determinisme: Perspektif Humanistik

Determinisme sering kali mengarah pada pandangan fatalistik dan stereotip. Dalam era kolonialisme, pandangan ini bahkan dijadikan alat untuk melegitimasi dominasi bangsa Barat terhadap wilayah tropis dengan alasan "ketidakmampuan" penduduk asli mengelola alam mereka.


Berita Terkait


News Update