Kejagung Belum Terima Keppres Abolisi Tom Lembong

Jumat 01 Agu 2025, 22:39 WIB
Terdakwa kasus dugaan korupsi impor gula, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong. (Sumber: Poskota/Bilal Nugraha Ginanjar)

Terdakwa kasus dugaan korupsi impor gula, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong. (Sumber: Poskota/Bilal Nugraha Ginanjar)

KEBAYORAN BARU, POSKOTA.CO.ID - Kejaksaan Agung (Kejagung) belum menerima dokumen Keputusan Presiden (Keppres) terkait abolisi Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong.

“Kami baru mendengar kabar ini dari rilis DPR tadi malam. Kami masih menunggu dokumen Keppres-nya,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Sutikno kepada awak media, Jumat, 1 Juli 2025.

Sutikno menjelaskan, seluruh proses hukum yang sedang berjalan terhadap Tom Lembong akan otomatis gugur setelah mendapatkan abolisi, termasuk upaya banding yang diajukan di Pengadilan Tinggi Jakarta. Namun, pihaknya perlu mempelajari isi Keppres terlebih dahulu sebelum melangkah ke tahap pembebasan.

“Kami akan baca dulu dokumennya, lihat teknis dan tahapan administrasinya seperti apa. Karena belum ada Keppres di tangan, kami belum bisa berkomentar lebih jauh,” katanya.

Baca Juga: Guru Besar UI Turut Apresiasi Langkah Prabowo Berikan Abolisi dan Amnesti untuk Tom Lembong hingga Hasto Kristiyanto

Abolisi merupakan hak prerogatif Presiden yang diatur dalam konstitusi Indonesia. Dengan abolisi memungkinkan Presiden untuk menghapuskan seluruh akibat hukum dari putusan pengadilan, bahkan menghentikan pelaksanaan putusan hukum terhadap seorang terpidana.

Ketentuan ini abolisi ini diatur Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954 tentang Amnesti dan Abolisi serta Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Berdasarkan Pasal 4 UU 11/1954, abolisi berfungsi untuk menghentikan penuntutan pidana terhadap individu yang disebutkan dalam Pasal 1 dan 2, sehingga proses hukum tidak dilanjutkan.

Sementara itu, pemberian abolisi atau amnesti merupakan kewenangan Presiden atas dasar kepentingan negara dalam UU 11/1954. Namun, keputusan ini tidak dapat diambil secara sepihak. Pasal 14 ayat (2) UUD 1945 mewajibkan Presiden mempertimbangkan masukan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai bentuk mekanisme check and balance.

“Presiden memberi abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR yang menegaskan bahwa keputusan ini tidak dapat diambil secara sepihak tanpa mekanisme check and balance dari lembaga legislatif," bunyi Pasal 14 ayat (2) UUD 1945.

Baca Juga: Prabowo Subianto Beri Abolisi untuk Tom Lembong, Said Didu Ucapkan Selamat Tinggal ke Jokowi

Pada Pasal 1 UU 11/1954, Presiden harus mendapatkan nasihat tertulis dari Mahkamah Agung, yang diajukan melalui permintaan Menteri Kehakiman, sebelum memberikan abolisi. Dalam praktiknya abolisi diberikan melalui Keputusan Presiden atau Keppres.


Berita Terkait


News Update