POSKOTA.CO.ID - Nama Dennie Arsan Fatrika tiba-tiba melesat ke jajaran trending di berbagai platform digital. Pada Kamis, 18 Juli 2025, ia menjatuhkan vonis 4 tahun 6 bulan penjara kepada mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong dalam kasus korupsi impor gula.
Putusan ini, selain menjadi penanda penting dalam penegakan hukum, juga mengundang beragam opini dari publik, terutama karena vonis dinilai ringan oleh sebagian kalangan.
Namun lebih dari itu, publik mulai penasaran: siapa sebenarnya Dennie Arsan Fatrika?
Baca Juga: 10 Tahun ke Depan, Siapa yang Bertahan? Timothy Ronald Ramalkan Hanya Ada Si Kaya dan Si Miskin
Jejak Karier dari Pengadilan Daerah hingga Tipikor Jakarta Pusat
Dennie bukanlah pendatang baru di dunia peradilan Indonesia. Ia memulai karier sebagai calon hakim di PN Karawang pada tahun 1999. Dari situ, jejaknya meluas hingga ke berbagai wilayah di Indonesia—dari Lubuk Basung, Mamuju, hingga Sabang.
Berikut rangkuman tahapan karier Dennie:
- 1999: Calon hakim PN Karawang
- 2000–2014: Bertugas sebagai hakim di Lubuk Basung, Lubuk Linggau, Mamuju, Sabang, dan Baturaja
- 2015–2018: Menjabat sebagai Wakil Ketua di PN Sabang dan PN Baturaja
- 2021–2022: Ketua PN Karawang
- 2023–2025: Bertugas di PN Bandung, PN Bogor, dan kini menetap di PN Jakarta Pusat sebagai Hakim Madya Utama dan Ketua Majelis Tipikor
Jejak panjang ini menunjukkan bahwa ia bukan "sosok tiba-tiba" di lembaga peradilan. Justru, promosi bertahapnya mencerminkan kepercayaan dari Mahkamah Agung terhadap rekam jejak dan integritasnya.
Vonis Tom Lembong: Antara Tegas dan Kontroversial
Kasus korupsi yang melibatkan Tom Lembong memang mencuri perhatian. Ia didakwa terlibat dalam penyalahgunaan kewenangan saat menjabat sebagai Menteri Perdagangan, yang menyebabkan kerugian negara melalui kebijakan impor gula.
Dalam sidang tanggal 18 Juli 2025, majelis hakim yang dipimpin Dennie menjatuhkan putusan:
- Pidana penjara: 4 tahun 6 bulan
- Denda: Rp 750 juta (subsider 6 bulan kurungan)
- Tanpa ganti rugi: Tidak ada kerugian negara yang dinikmati secara pribadi
Publik terpecah. Ada yang menilai vonis cukup adil mengingat tidak ditemukan keuntungan pribadi, namun ada juga yang menganggap hukuman terlalu ringan bagi pejabat tinggi negara.
Dalam wawancara singkat usai sidang, juru bicara PN Jakarta Pusat menegaskan bahwa majelis mempertimbangkan semua aspek yuridis dan fakta persidangan secara objektif.