Tren visual ini ternyata turut berdampak pada sisi ekonomi informal. Akun @ARIF PJN menyoroti peningkatan penjualan atribut anime:
“Seketika penjual bendera One Piece meningkat drastis.”
Fenomena ini memperlihatkan bagaimana kultur populer mampu menciptakan peluang ekonomi di luar dugaan, terutama di momen menjelang HUT RI yang biasanya didominasi atribut Merah Putih dan ornamen nasionalis.
Namun, tidak semua pihak kehilangan arah dalam euforia. Komentar dari netizen @mas bre memberikan pengingat:
“Silakan mau pasang bendera apa pun, tapi tolong jangan sampai lebih tinggi dari Merah Putih. Karena Merah Putih bukan simbol pejabat, tapi simbol bangsa ini.”
Gus Dur dan Semangat Toleransi Ekspresi
Di tengah debat publik yang memanas, kutipan dari Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) kembali mencuat sebagai rujukan moral dan intelektual:
“Kalian boleh mengibarkan bendera lain, tapi jangan lebih tinggi dari Merah Putih.”
Kutipan ini menjadi ruang tengah yang bijak, memberi tempat pada ekspresi kultural masyarakat selama tetap menjaga kehormatan terhadap simbol negara. Dalam konteks Indonesia yang plural, ucapan Gus Dur menjadi pengingat bahwa kemerdekaan sejati bukan hanya soal politik, tapi juga ruang untuk berekspresi secara damai dan berbudaya.
Perspektif Unik: Apa yang Diungkap Fenomena Ini?
Dari kacamata humanistik, viralnya bendera One Piece di tengah perayaan kenegaraan bukan semata soal fandom anime. Ia merefleksikan tiga lapisan realitas sosial:
- Kerinduan akan keadilan: Masyarakat, terutama generasi muda, menggunakan medium pop culture sebagai bahasa baru untuk menyuarakan kritik sosial.
- Kreativitas dalam keterbatasan: Di tengah stagnasi politik atau pembatasan ekspresi, rakyat memilih simbol alternatif untuk menyampaikan isi hati, seperti bendera bajak laut.
- Kekuatan budaya lintas batas: Fiksi Jepang bisa menjadi alat komunikasi universal, menyentuh emosi dan identitas kolektif lintas negara, termasuk Indonesia.
Baca Juga: Ramalan Zodiak Gemini Jumat, 1 Agustus 2025: Rejeki Bertambah dan Tubuh Merasa Lebih Sehat
Simbol Bukan Musuh: Pentingnya Literasi Visual
Penting untuk diingat, simbol tak selalu bermakna tunggal. Di tangan pemilik kekuasaan, simbol bisa menjadi alat dominasi. Tapi di tangan rakyat, ia bisa berubah menjadi sindiran, ekspresi harapan, bahkan perlawanan damai.
Maka, daripada buru-buru mengutuk tren ini sebagai bentuk "tidak nasionalis", akan lebih bijak jika kita membaca fenomena ini secara kontekstual dan bijaksana.