Selain penyesuaian harga, pencampuran juga bisa dilakukan untuk menyeimbangkan rasa. Ia menegaskan, praktik pengoplosan tidak selalu merusak kualitas, melainkan bergantung pada jenis pencampuran.
“Kalau oplosan antar kualitas, misalnya beras premium seperti Inpari 32 atau Mekongga dicampur karena memiliki karakteristik serupa, itu tidak masalah. Bahkan menir pun bukan barang asing, itu tetap beras,” ucapnya.
Ia menilai isu oplosan kerap disalahartikan, terutama ketika dikaitkan dengan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Dwi menepis narasi bahwa beras SPHP, yang dikemas dalam 5 atau 10 kg, dioplos untuk merugikan negara.
Baca Juga: Pengamat Sebut Dugaan Legislator Main Beras Oplosan Harus Diusut
“SPHP hanya 180 ribu ton, dan kemasannya sudah jelas. Sulit rasanya untuk membongkar dan mengoplosnya. Isu ini seolah dibesar-besarkan,” kata Dwi yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI).