Asal Usul Sunda Kalapa: Bukti Jakarta Pernah Menjadi Pelabuhan Utama Kerajaan Pasundan

Sabtu 05 Jul 2025, 14:26 WIB
Peta Cakupan wilayah kerajaan Sunda (Sumber: Wilkipedia)

Peta Cakupan wilayah kerajaan Sunda (Sumber: Wilkipedia)

POSKOTA.CO.ID - Pelabuhan Sunda Kelapa memiliki peran strategis dalam sejarah Nusantara, terutama pada periode transisi dari pengaruh kerajaan Hindu-Buddha menuju hegemoni kesultanan Islam di pesisir utara Jawa.

Menurut sejumlah catatan Portugis abad ke-16, Sunda Kelapa tercatat sebagai satu dari enam pelabuhan utama Kerajaan Pajajaran. Fungsi utamanya sebagai pusat perdagangan rempah-rempah, kayu, dan hasil bumi Nusantara menarik perhatian bangsa Eropa yang kala itu berlomba menguasai jalur dagang laut.

Konstelasi politik kawasan ini mulai berubah ketika aliansi Demak–Cirebon–Banten yang didorong oleh ambisi memperluas pengaruh Islam melakukan serangan terhadap koalisi Pajajaran–Portugal. Penyerangan itu dipimpin oleh Fatahillah atau Fadhillah Khan, seorang panglima keturunan Pasai, Aceh. Setelah Pajajaran–Portugal dikalahkan, nama Sunda Kelapa diubah menjadi Jayakarta, yang berarti "kemenangan yang sempurna". Peristiwa inilah yang dianggap sebagai cikal bakal berdirinya kota Jakarta modern.

Baca Juga: Lalu Lalang Kontainer Diduga Jadi Biang Kerok Jalan Rusak di Rawa Malang

Kontroversi Identitas Masyarakat Betawi

Mleansir dari Youtube @Chaerul Umam tentang film Fatahillah tahun 1997, muncul pertanyaan mendasar: Sejak kapan orang Betawi eksis, dan dari mana mereka berasal? Hal ini menjadi perdebatan panjang di kalangan ahli sejarah maupun budayawan.

Secara logis, pelabuhan yang ramai seperti Sunda Kelapa semestinya mempertahankan bahasa lokal, yakni Sunda. Namun, yang terjadi justru berbedam asyarakat Jakarta tidak menggunakan bahasa Sunda sebagai lingua franca, melainkan bahasa Melayu yang berkembang menjadi dialek Betawi.

Fenomena linguistik ini jarang ditemukan di kota pelabuhan lain di Jawa, yang umumnya tetap mempertahankan bahasa Jawa atau Sunda sebagai bahasa sehari-hari.

Versi sejarah lisan yang dikemukakan budayawan Betawi, Engkong Ridwan Saidi, menyebutkan bahwa komunitas Betawi sudah terbentuk sejak masa Sriwijaya.

Dalam versi ini, orang-orang Melayu Sambas ditempatkan sebagai penjaga pelabuhan Sunda Kelapa, sehingga varian Melayu lebih dahulu hadir sebagai bahasa komunikasi di kawasan itu.

Sementara itu, narasi lain mengklaim bahwa Betawi baru terbentuk sebagai komunitas etnis pasca pendudukan Batavia oleh VOC pada abad ke-17.

Saat itu, pemerintah kolonial Belanda mendatangkan berbagai kelompok pendatang dari Nusantara, India, Arab, dan Tiongkok untuk bekerja di pelabuhan dan perkebunan. Proses akulturasi berabad-abad memunculkan identitas baru yang disebut "Betawi".

Perspektif Kontroversial Mengenai Fatahillah

Dalam diskursus sejarah populer, Fatahillah dikenal sebagai pahlawan Islam yang menaklukkan Sunda Kelapa. Namun, terdapat klaim kontroversial yang menyebutkan bahwa ia diduga memiliki hubungan dengan komunitas Yahudi Maghribi.

Klaim ini belum pernah dibuktikan secara akademik dan kebanyakan bersumber dari literatur spekulatif yang beredar di komunitas tertentu.

Selain itu, muncul tuduhan bahwa pasukan Fatahillah tidak hanya memerangi aliansi Pajajaran–Portugal tetapi juga melakukan penindasan terhadap kelompok penduduk lokal yang diidentifikasi sebagai cikal bakal Betawi. Meski demikian, narasi ini masih memerlukan kajian historiografi mendalam.

Baca Juga: Viral! Sopir Truk Wanita Sekaligus Konten Kreator Tersohor Kecelakaan Saat Siaran Langsung Bawa 20 Ton Beras

Transformasi Sunda Kelapa menjadi Jayakarta dan Batavia

Perubahan nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta memiliki makna simbolis yang kuat. Kata "Jayakarta" sendiri bermakna kemenangan sempurna atau keberhasilan total.

Ketika VOC tiba pada awal abad ke-17, mereka merombak kawasan ini dan menamakannya Batavia. Kota itu pun berkembang menjadi pusat kolonial Hindia Belanda, sebelum akhirnya diubah menjadi Jakarta pada masa pendudukan Jepang.

Di era modern, Sunda Kelapa tetap menjadi simbol sejarah yang diabadikan dalam banyak dokumentasi, termasuk potongan film Fatahillah produksi 1997. Film tersebut menampilkan adegan perang dengan ayat-ayat keagamaan, menggambarkan intensitas konflik perebutan kekuasaan yang menentukan masa depan kota ini.

Menelusuri jejak Sunda Kelapa berarti menyelami lapisan-lapisan sejarah yang kompleks: pergulatan agama, perdagangan, kolonialisme, serta proses pembentukan identitas multikultural yang kelak dikenal sebagai Betawi.

Dalam konteks ini, Jakarta bukan sekadar ibu kota, tetapi juga laboratorium sosial dan budaya yang unik dalam sejarah Asia Tenggara.


Berita Terkait


News Update