POSKOTA.CO.ID - Pelabuhan Sunda Kelapa memiliki peran strategis dalam sejarah Nusantara, terutama pada periode transisi dari pengaruh kerajaan Hindu-Buddha menuju hegemoni kesultanan Islam di pesisir utara Jawa.
Menurut sejumlah catatan Portugis abad ke-16, Sunda Kelapa tercatat sebagai satu dari enam pelabuhan utama Kerajaan Pajajaran. Fungsi utamanya sebagai pusat perdagangan rempah-rempah, kayu, dan hasil bumi Nusantara menarik perhatian bangsa Eropa yang kala itu berlomba menguasai jalur dagang laut.
Konstelasi politik kawasan ini mulai berubah ketika aliansi Demak–Cirebon–Banten yang didorong oleh ambisi memperluas pengaruh Islam melakukan serangan terhadap koalisi Pajajaran–Portugal. Penyerangan itu dipimpin oleh Fatahillah atau Fadhillah Khan, seorang panglima keturunan Pasai, Aceh. Setelah Pajajaran–Portugal dikalahkan, nama Sunda Kelapa diubah menjadi Jayakarta, yang berarti "kemenangan yang sempurna". Peristiwa inilah yang dianggap sebagai cikal bakal berdirinya kota Jakarta modern.
Baca Juga: Lalu Lalang Kontainer Diduga Jadi Biang Kerok Jalan Rusak di Rawa Malang
Kontroversi Identitas Masyarakat Betawi
Mleansir dari Youtube @Chaerul Umam tentang film Fatahillah tahun 1997, muncul pertanyaan mendasar: Sejak kapan orang Betawi eksis, dan dari mana mereka berasal? Hal ini menjadi perdebatan panjang di kalangan ahli sejarah maupun budayawan.
Secara logis, pelabuhan yang ramai seperti Sunda Kelapa semestinya mempertahankan bahasa lokal, yakni Sunda. Namun, yang terjadi justru berbedam asyarakat Jakarta tidak menggunakan bahasa Sunda sebagai lingua franca, melainkan bahasa Melayu yang berkembang menjadi dialek Betawi.
Fenomena linguistik ini jarang ditemukan di kota pelabuhan lain di Jawa, yang umumnya tetap mempertahankan bahasa Jawa atau Sunda sebagai bahasa sehari-hari.
Versi sejarah lisan yang dikemukakan budayawan Betawi, Engkong Ridwan Saidi, menyebutkan bahwa komunitas Betawi sudah terbentuk sejak masa Sriwijaya.
Dalam versi ini, orang-orang Melayu Sambas ditempatkan sebagai penjaga pelabuhan Sunda Kelapa, sehingga varian Melayu lebih dahulu hadir sebagai bahasa komunikasi di kawasan itu.
Sementara itu, narasi lain mengklaim bahwa Betawi baru terbentuk sebagai komunitas etnis pasca pendudukan Batavia oleh VOC pada abad ke-17.
Saat itu, pemerintah kolonial Belanda mendatangkan berbagai kelompok pendatang dari Nusantara, India, Arab, dan Tiongkok untuk bekerja di pelabuhan dan perkebunan. Proses akulturasi berabad-abad memunculkan identitas baru yang disebut "Betawi".