“Kebiasaan Anda telah menemukan ritme, dan secara perlahan otak Anda mulai mengasosiasikan emosi dengan ritme ini,”
Aturan utama dalam tahap ini adalah fokus pada kontinuitas, bukan intensitas.
“Tunjukkkan lelah, tunjukkan terlambat, tunjukkan berantakan. tapi Anda tunjukkan,” Arvind menekankan bahwa kehadiran, sekecil apa pun, adalah sinyal kuat kepada otak bahwa kebiasaan tersebut penting dan perlu dipertahankan.
Baca Juga: Kamu Lagi Merasa Down? Merry Riana Punya Cara Jitu Pulihkan Mentalmu
Level Satu: Konsistensi Paksa
Di level ini, seseorang harus memaksakan diri melakukan sesuatu yang belum dirasa mendesak atau menyenangkan. Tanpa adanya dorongan biologis, motivasi cenderung rendah.
“Tahap ini berjalan hanya dengan satu hal, kemauan semata,” tegas Gayathri Arvind.
Gayathri Arvind merinci dua aturan utama pada level ini:
- Jangan membangun terlalu banyak kebiasaan sekaligus karena energi dan kemauan terbatas.
- Pasangkan aktivitas yang terasa berat dengan hal yang menyenangkan untuk menghasilkan dopamin secara artifisial.
“Anda melakukan aktivitas yang menyakitkan, pasangkan dengan sesuatu yang menyenangkan. Kesenangan kecil ini meminjam dopamin dan mengajari otak Anda, 'Hei, ini benar-benar terasa menyenangkan, ayo lakukan lagi.’”
Baca Juga: Tips Meningkatkan Kepercayaan Diri, Begini Penjelasan Praktisi Kesehatan Mental
Gayathri Arvind mengajak untuk fokus membangun satu kebiasaan utama yang mampu mengubah hidup.
“Pilihlah satu kebiasaan yang dapat menyelesaikan masalah yang paling mendesak dalam hidup Anda, ketika Anda membangun konsistensi dalam satu kebiasaan tersebut, otak Anda akan mempelajari sesuatu yang kuat. Otak Anda belajar bahwa Anda bisa melakukan ini,”
Menurutnya, ketika otak sudah percaya bahwa seseorang mampu hadir dan melakukannya secara konsisten, maka konsistensi bukan lagi sesuatu yang dipaksakan, melainkan menjadi bagian dari identitas.