KEBAYORAN BARU, POSKOTA.CO.ID - Kriminolog Perempuan dan Anak, Haniva Hasna menyoroti masih maraknya kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan korban anak-anak kembali menjadi sorotan.
Salah satunya pengungkapan yang dilakukan oleh Bareskrim Polri terhadap 189 kasus dan mayoritas korbannya adalah anak-anak dalam enam bulan terakhir.
"Dalam kriminologi, ini masuk ke dalam teori struktural strain atau teori ketegangan sosial. Ketika masyarakat, terutama anak-anak dan remaja dari keluarga miskin, tidak punya akses terhadap sumber daya ekonomi, pendidikan, dan pekerjaan yang layak, mereka menjadi kelompok rentan yang mudah dimanipulasi oleh pelaku TPPO," ujar Hasna kepada Poskota, Jumat, 20 Juni 2025.
Baca Juga: Bareskrim Polri Ungkap 189 Kasus TPPO, Mayoritas Korban Anak-Anak
Menurut Hasna, anak-anak dan remaja dari kelompok rentan menjadi sasaran empuk sindikat TPPO akibat keterbatasan sumber daya ekonomi, pendidikan, dan peluang kerja.
Ketimpangan sosial juga turut memperparah kondisi, terutama di kota-kota besar, seperti di Jakarta. Kontras antara kemewahan yang dipamerkan dan kemiskinan yang dirasakan menciptakan tekanan besar, terutama pada anak-anak dan remaja.
Selain itu TPPO terhadap anak juga bisa disebabkan oleh tingginy urbanisasi tanpa perlindungan sosial yang memadai.
Baca Juga: Jasad Bayi dengan Tali Pusar Masih Menempel Ditemukan Warga di Pondok Aren Tangsel
Kemudian tekanan keluarga terhadap anak untuk cepat menghasilkan uang. Kemudian juga kurangnya literasi digital dan hukum, membuat anak dan keluarga mudah tertipu rayuan kerja cepat.
“Ini bukan sekadar soal kemiskinan, tapi juga tentang ketimpangan peluang dan lemahnya perlindungan sosial bagi masyarakat kelas bawah,” kata Hasna.
Hasna menilai kasus maraknya anak-anak yang menjadi korban TPPO bukan tanggungjawab dari beberapa pihak saja. Karena secara kriminologis, tanggung jawab berlapis, tapi tanggung jawab utama tetap berada pada negara dan pemerintah.