Anggota Komisi VII DPR RI Novita Hardini, Tegaskan Dampak Serius Imbas Hilirasi Tambang Nikel di Raja Ampat

Kamis 05 Jun 2025, 11:09 WIB
RUU Pariwisata diusulkan DPR RI untuk lindungi Raja Ampat dari tambang nikel. (Sumber: novitahardini.id)

RUU Pariwisata diusulkan DPR RI untuk lindungi Raja Ampat dari tambang nikel. (Sumber: novitahardini.id)

POSKOTA.CO.ID - Anggota Komisi VII DPR RI Novita Hardini menegaskan bahwa aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya, merupakan pelanggaran terhadap regulasi dan mengancam salah satu kekayaan hayati terbesar di dunia.

Kawasan yang menjadi andalan Indonesia di sektor pariwisata dan konservasi ini dinilai terlalu berharga untuk dikorbankan demi industrialisasi.

"Raja Ampat bukan kawasan biasa. Ini adalah salah satu surga biodiversitas laut dunia yang sudah diakui UNESCO sebagai Global Geopark. Kawasan ini bukan tempat yang bisa dikompromikan untuk kegiatan pertambangan, jangan rusak kawasan ini hanya demi mengejar hilirisasi nikel," tegas Novita di Jakarta, Rabu 4 Juni 2025.

Baca Juga: Indonesia Siaga Covid-19 Usai Lonjakan Kasus di Thailand dan Malaysia, Kemenkes Keluarkan Surat Edaran Covid-19 Terbaru, Ini Imbauannya

Pelanggaran Regulasi dan Ancaman Ekosistem

Raja Ampat, yang terdiri dari lebih dari 610 pulau, merupakan rumah bagi 75 persen spesies laut dunia, termasuk 540 jenis karang dan lebih dari 1.500 spesies ikan.

Namun, belakangan ini sejumlah pulau kecil di kawasan tersebut telah mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel, bahkan sebagian sudah aktif dieksploitasi.

Novita menegaskan bahwa hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

"Pemanfaatan pulau-pulau kecil diprioritaskan untuk pariwisata, konservasi, budidaya laut, dan penelitian. Tidak ada satu pun pasal yang melegalkan eksplorasi tambang di kawasan tersebut," jelasnya.

Dampak Ekonomi: Pariwisata Terancam, Masyarakat Adat Dirugikan

Berdasarkan data Dinas Pariwisata Kabupaten Raja Ampat, sektor pariwisata pada 2024 menyumbang Rp150 miliar per tahun bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD), dengan kunjungan wisatawan mencapai 30.000 orang (70 persen di antaranya merupakan wisatawan mancanegara).

Novita memperingatkan bahwa kerusakan lingkungan akibat tambang dapat memukul pendapatan pariwisata hingga 60 persen. "Ini langsung mengancam mata pencaharian masyarakat adat yang bergantung pada pariwisata dan perikanan," ujarnya.

Baca Juga: Isu Pemakzulan Gibran Rakabuming Raka, Pegiat Media Sosial: Saatnya Indonesia Tiru Filipina

RUU Pariwisata Jadi Solusi Perlindungan Jangka Panjang


Berita Terkait


News Update