POSKOTA.CO.ID - Kasus dugaan pemalsuan dokumen tanah yang melibatkan Charlie Chandra menjadi sorotan nasional setelah drama penangkapannya oleh Kepolisian Daerah (Polda) Banten berlangsung selama hampir 12 jam.
Peristiwa pengepungan yang terjadi sejak siang hingga malam hari di kediaman Charlie mengundang perhatian luas. Hal ini tidak hanya berkaitan dengan substansi perkara, namun juga mengangkat pertanyaan tentang hak asasi dan prosedur penegakan hukum.
Pihak kepolisian menyatakan bahwa Charlie telah ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara pemalsuan surat tanah yang berada di wilayah strategis Pantai Indah Kapuk 2, sebuah kawasan yang menjadi ikon properti premium di utara Jakarta.
Namun Charlie menolak keluar dari rumahnya dengan alasan bahwa penangkapan yang dilakukan tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Situasi tersebut memperpanjang durasi pengepungan hingga mencapai hampir setengah hari.
Respons Kuasa Hukum: Penegakan Hukum Dinilai Tidak Sah
Kuasa hukum Charlie Chandra, Syamsir Jalil, menyatakan bahwa tindakan penangkapan yang dilakukan aparat kepolisian tidak sah secara hukum. Ia menegaskan bahwa tim kuasa hukum telah menyampaikan surat permohonan penundaan pemeriksaan kepada Polda Banten karena sedang berlangsung gugatan perdata di Pengadilan Negeri Jakarta.
“Klien kami tidak melarikan diri, melainkan menempuh jalur hukum dengan cara yang sah. Oleh karena itu, tindakan aparat sangat disayangkan,” ujar Syamsir.
Ia menambahkan bahwa Charlie telah memenuhi panggilan dari Polda dan telah menunjukkan itikad baik. Bahkan, surat resmi telah dikirim langsung ke Kapolda Banten sebagai bentuk komitmen kooperatif terhadap proses penyidikan.
Namun demikian, dari pihak kepolisian, proses hukum dikatakan telah mencapai tahapan P21—artinya, berkas perkara dinyatakan lengkap dan siap dilimpahkan ke kejaksaan. Surat Perintah Penyidikan terbaru juga telah diterbitkan pada 21 Maret 2025, memberikan legitimasi hukum bagi upaya penangkapan.
Charlie Chandra: Bantahan, Gugatan, dan Tuduhan Kriminalisasi
Melalui akun media sosial pribadinya di platform X (sebelumnya Twitter), Charlie Chandra membantah keras seluruh tuduhan yang dilayangkan terhadap dirinya. Ia menyatakan bahwa seluruh proses yang ia lakukan adalah dalam rangka mengurus balik nama atas tanah warisan milik almarhum ayahnya.
“Saya tidak pernah melihat, apalagi menandatangani dokumen yang dijadikan dasar tuduhan. Perkara ini pernah dihentikan karena perdamaian, tapi kini dihidupkan kembali karena saya menuntut hak saya,” tulis Charlie.
Tak hanya itu, ia menyebut adanya dugaan kriminalisasi terhadap dirinya oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki hubungan dengan salah satu pengembang besar, yakni Agung Sedayu Group. Ia bahkan telah mengajukan laporan ke Mabes Polri dan Propam atas dugaan penyalahgunaan kekuasaan.
Menurutnya, tindakan hukum ini merupakan bentuk represi terhadap pihak yang mempertahankan hak atas tanah strategis. Hingga saat ini, belum ada satu pun putusan pengadilan yang membatalkan hak milik ayahnya atas tanah tersebut. Bahkan, ia mengklaim bahwa ada tiga putusan pengadilan yang menyatakan bahwa akta jual beli yang diajukan sah dan mengikat secara hukum.
Konflik Pertanahan: Masalah Lama yang Terus Terulang
Kasus ini kembali mengangkat luka lama dalam persoalan pertanahan di Indonesia—khususnya di kawasan yang memiliki nilai investasi tinggi seperti Pantai Indah Kapuk 2. Dalam banyak kasus, lahan warisan atau milik perorangan kerap menjadi objek sengketa antara warga dan korporasi besar, terutama ketika nilai tanah mengalami eskalasi drastis.
Charlie Chandra hanyalah salah satu dari sekian banyak individu yang mengklaim sebagai korban kriminalisasi dalam konflik agraria di wilayah urban. Namun berbeda dari banyak korban lainnya, Charlie memiliki platform, sumber daya hukum, dan perhatian publik yang cukup untuk membawa persoalan ini ke ruang terbuka.
Profil Singkat Charlie Chandra: Dari Dunia Teknologi ke Sorotan Hukum
Charlie Chandra dikenal luas sebagai tokoh di dunia teknologi dan keuangan digital. Ia merupakan pendiri dan CEO Dedicated IT, perusahaan pengembang perangkat lunak dan outsourcing IT yang telah beroperasi sejak tahun 2000. Perusahaan ini melayani klien internasional, terutama di Australia, Amerika Serikat, dan Kanada.
Pada 2019, Charlie juga mendirikan DotX, perusahaan teknologi yang berfokus pada digitalisasi keuangan. Tahun 2024, ia turut meluncurkan platform simpan pinjam digital BPRKu.id dan menjabat sebagai Ketua Koperasi Simpan Pinjam Inklusi Keuangan Rakyat (KSPIKR) yang bekerja sama dengan DotX.
Dengan latar belakang akademik dari University of New England dan University of New South Wales (UNSW), Australia, serta sebagai alumni Founder Institute, Charlie dipandang sebagai sosok visioner di bidang teknologi dan inklusi keuangan.
Namun, kredensial profesionalnya tidak membuatnya kebal terhadap proses hukum yang kini membelitnya.
Kepolisian: Proses Hukum Tetap Berjalan Sesuai Tahapan
Polda Banten melalui AKBP Murodin, Kasubdit II Harda Bangtah Ditreskrimum, menyatakan bahwa pihak kepolisian telah memberikan ruang kepada keluarga dan kuasa hukum Charlie untuk berdiskusi sebelum tindakan penangkapan dilakukan.
“Sudah hampir 12 jam kami berusaha menyelesaikan ini secara persuasif. Kami bahkan memberikan waktu tambahan bagi mereka untuk mengambil keputusan,” ujar AKBP Murodin.
Meskipun mendapat klaim kooperatif dari pihak Charlie, polisi menegaskan bahwa langkah hukum yang dilakukan telah sesuai prosedur. Dengan status perkara yang telah P21 dan Sprindik terbaru yang sah, proses hukum akan dilanjutkan hingga tahap pengadilan.
Kasus Charlie Chandra di PIK 2 kembali menyoroti betapa pentingnya transparansi dan kepastian hukum dalam menangani sengketa agraria, terlebih ketika melibatkan kawasan bernilai tinggi dan tokoh publik.
Sementara proses hukum akan terus berjalan, publik kini menanti kejelasan dan keadilan dari proses peradilan yang terbuka dan tidak diskriminatif.
Konflik semacam ini juga menjadi pengingat bahwa sistem hukum harus mampu memberikan perlindungan bagi semua pihak baik individu maupun korporasi dengan menjunjung tinggi asas legalitas dan hak asasi manusia. Charlie Chandra, sebagai sosok profesional yang kini berada dalam sorotan, akan menjadi salah satu contoh penting dalam dinamika hukum tanah di Indonesia ke depan.