JAKARTA, POSKOTA.CO.ID – Penolakan terhadap rencana penggusuran proyek strategis nasional (PSN) Tol Semanan–Sunter disuarakan warga RW 09 Setiakawan, Duri Pulo, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat. Warga menilai nilai ganti rugi yang ditawarkan tidak layak dan jauh dari harga pasar.
Penolakan ditunjukkan melalui spanduk-spanduk yang terpasang di permukiman terdampak. Tulisan seperti “Kau Buat Aturan untuk Menindas Warga, Tolak Gusuran yang Merugikan” dan “Kami Menolak Keras, Tidak Sesuai Harga” terpampang di sejumlah titik.
Salah satu warga, Edi, 61 tahun, mengatakan rencana penggusuran sudah muncul sejak 2019, sempat tertunda akibat pandemi Covid-19, lalu kembali berjalan pada 2023 hingga 2024.
“Dari 2019 sebenarnya sudah ada, tapi kan ada Covid jadi tunda. Terus jalan lagi, diukur-ukur lagi, kemarin juga ukur ulang,” ujar Edi, Selasa, 23 Desember 2025.
Baca Juga: Tegur Penabrak di Jalan Bangka Raya, Pemotor Malah Dianiaya hingga Luka-luka
Ia menyebut kekecewaan warga memuncak saat pertemuan di kantor kelurahan yang dihadiri pihak PUPR dan BPN. Dalam pertemuan itu, warga menerima amplop berisi nilai ganti rugi.
“Dikasih amplop, isinya nilai harga tanah. Ada yang 9 juta, ada 10, ada 11 juta per meter,” ucapnya.
Menurut Edi, nilai tersebut tidak cukup bagi warga yang tinggal bersama keluarga besar.
“Itu kan penggantian nggak bisa pas-pasan. Kalau yang tinggal satu dua orang mungkin bisa, tapi kalau keluarganya 9 atau 10 orang, mau dibagi gimana?” katanya.
Ia menegaskan penolakan bukan karena menentang pembangunan, melainkan karena ganti rugi yang dinilai tidak manusiawi.
“Yang butuh itu mereka, bukan kita. Kita nggak mau digusur. Kalau mau gusur, ya harganya harus sesuai,” tegas Edi.
Nada serupa disampaikan Upi, 54 tahun, warga yang telah tinggal di Duri Pulo sejak 1971.
“Dari zaman bapak saya beli rumah ini, sudah dibilang ‘nanti digusur’. Dari dulu digusur-gusur, baru sekarang kejadian,” ujar Upi.
Upi menyebut harga tanah yang ditawarkan mencapai Rp15 juta per meter untuk rumah di pinggir jalan, namun hanya dihitung untuk tanah tanpa memperhitungkan bangunan dan status kepemilikan.
Baca Juga: Antrean Truk Sampah Mengular Berjam-jam di TPA Cipayung Depok
“Yang punya sertifikat sama yang nggak punya surat, pukul rata semua. Sertifikat nggak ada nilainya,” katanya.
Ia juga menyinggung sosialisasi yang dilakukan sebelumnya.
“Bilangnya ganti untung, nggak merugikan warga. Tapi tahunya ya begini,” ucap Upi.
Upi berharap pemerintah menaikkan nilai ganti rugi agar warga masih bisa membeli rumah di Jakarta.
“Harapan kita, kalau tergusur, masih bisa punya rumah kayak begini lagi. Minimal bisa beli rumah di Jakarta,” ungkapnya. (cr-4)
