“Frasa ‘paling sedikit 51 persen’ itu, berbahaya. Itu celah privatisasi. Fraksi kami tidak ingin Jakarta kembali mengulang pengalaman pahit pengelolaan air oleh swasta,” tegasnya.
Dia juga menilai skema pendanaan dan percepatan investasi PAM Jaya dapat dilakukan tanpa membuka ruang privatisasi, antara lain melalui penyertaan modal daerah dan skema pembiayaan lain yang tetap menjaga kendali penuh pemerintah daerah.
Tak hanya itu, ketentuan pemenuhan modal dasar hingga 2029 dalam Raperda tersebut dinilai berisiko tinggi secara fiskal.
Baca Juga: PAM Jaya Targetkan Air Bersih Mengalir ke RW 22 Muara Angke pada Tahun 2026
Mujiyono menyebut, aturan itu berpotensi mengikat APBD DKI Jakarta tanpa didukung kajian kemampuan keuangan daerah yang transparan dan terukur.
“Ini bisa mengunci fiskal daerah dalam jangka panjang. Risiko terhadap APBD harus dikaji secara matang,” ucapnya.
Meski demikian, dalam rapat Paripurna di DPRD DKI Jakarta yang digelar hari ini, Selasa, 23 Desember 2025, DPRD telah sah mengetuk Raperda tentang perubahan bentuk badan hukum PAM Jaya menjadi Perseroda.
Ada sebanyak empat Raperda yang disahkan selain PAM, yakni Raperda Kawasan Tanpa Rokok (KTR), Raperda Jaringan Utilitas, dan Raperda Pendidikan.
