Gugatan Subhan Terhadap Gibran Kandas di Tengah 'Jalan'

Senin 22 Des 2025, 19:09 WIB
Suasana sidang gugatan Subhan Palal terhadap Gibran Rakabuming Raka dan KPU RI di PN Jakarta Pusat, Senin, 22 Desember 2025. (Sumber: POSKOTA | Foto: Ramot Sormin)

Suasana sidang gugatan Subhan Palal terhadap Gibran Rakabuming Raka dan KPU RI di PN Jakarta Pusat, Senin, 22 Desember 2025. (Sumber: POSKOTA | Foto: Ramot Sormin)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Gugatan Subhan Palal terhadap Gibran Rakabuming Raka dan KPU RI kandas di tengah 'jalan'. Hal itu lantaran Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mengabulkan eksepsi para tergugat.

Subhan Palal menggugat Gibran karena putra Presiden RI ke-7, Joko Widodo itu, dinilai tidak memenuhi syarat pendidikan ketika mendaftar sebagai calon wakil presiden dalam Pemilihan Umum 2024.

"Dalam putusan selanya, majelis hakim menyatakan tidak berwenang mengadili gugatan Subhan terhadap Gibran Rakabuming Raka (Wakil Presiden RI) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI," kata Sunoto, Juru Bicara PN Jakarta Pusat, Senin, 22 Desember 2025.

Sunoto menyampaikan alasan hukum yang menjadi pertimbangan majelis hakim yang diketuai Budi Prayitno itu, di antaranya soal kewenangan substansi gugatan yang mempersoalkan Keputusan KPU yang merupakan Keputusan Tata Usaha Negara (TUN).

Baca Juga: Polda Metro Jaya Persilakan Roy Suryo Cs Ajukan Praperadilan Kasus Ijazah Jokowi

"Berdasarkan Pasal 47 UU No. 51/2009, yang berwenang adalah Pengadilan TUN. Penggunaan dalil perbuatan melawan hukum tidak mengubah substansi sengketa," kata Sunoto menjelaskan.

Alasan hukum yang menjadi alasan pokok lainnya, lanjut Sunoto, adalah Lex Specialis Pemilu sesuai UU No. 7/2017 tentang Pemilu yang mengatur mekanisme khusus penyelesaian sengketa pemilu melalui Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan PTUN (Pasal 467-468), bukan melalui pengadilan negeri.

"Kemudian pertimbangan lainnya terkait satus wakil presiden. Berdasarkan Pasal 7A-7B UUD 1945, wakil presiden yang telah dilantik hanya dapat dipersoalkan melalui mekanisme impeachment oleh MPR, bukan melalui gugatan perdata," ujar Sunoto.

Sedangkan alasan terkahir majelis hakim, dikatakan Sunoto adalah penolakan "Teori Residu". Dimana, katanya, penggugat sebelumnya mengajukan gugatan serupa ke PTUN Jakarta (No. 264/G/2025/PTUN.JKT) yang ditolak.

"Teori Residu Pengadilan yang diklaim penggugat tidak dikenal dalam sistem hukum Indonesia," tegasnya.

Ditambahkan Sunoto, prinsip yang ditegaskan dalam perkara itu yakni kompetensi absolut bersifat memaksa (dwingend recht) dan tidak dapat disimpangi. Lalu hakim wajib menyatakan tidak berwenang secara ex officio (sesuai Pasal 134 HIR).

"Substansi perkara menentukan kompetensi, bukan dalil yang digunakan (substance over form). Serta penolakan di satu forum tidak menjadikan forum lain yang tidak berwenang menjadi berwenang," ujar Sunoto.


Berita Terkait


News Update