Ekonomika Pancasila: Kutukan Kapitalisme

Rabu 17 Des 2025, 06:05 WIB
Opini Ekonomika Pancasila oleh Prof. Yudhie Haryono, Ph.D (Sumber: Dok. Poskota)

Opini Ekonomika Pancasila oleh Prof. Yudhie Haryono, Ph.D (Sumber: Dok. Poskota)

Karenanya, refleksi banjir dan bencana alam yang berulang adalah muncul tafsir kemerdekaan terbaik hari ini, "kami merdeka sebab ingin menggunduli hutan semuanya dan mengeruk SDAnya tanpa sisa." Proyeksinya, berkecambahlah kegilaan baru elite silite Indonesia.

Ya. Jika melihat kutukan alam dahsyat seperti banjir di Sumatera, maka terlihat bakat besar bangsa ini hanya dua: KKN dan merusak alam semesta!

Dengan kondisi riil ini, Indonesia adalah rumah warisan yang digadaikan murah para penghuninya untuk memastikan ahli waris berikutnya tuna wisma/gelandangan.

Baca Juga: Ekonomika Pancasila: Dari Reformasi Personal ke Revolusi Struktural

Padahal, dengan hitungan sederhana (KPK: 2020), mestinya semua warga negara Indonesia dapat memperoleh gaji Rp 35 juta per bulan dari pengelolaan sektor sumber daya alam atau pertambangan. Syaratnya cuma dua: nasionalisasi dan bebas KKN.

Sayangnya makin ke sini, masyarakat kita (terutama pemimpinnya) menukar jiwa-raga dengan barang, gengsi, kenikmatan dan kedangkalan. Cinta barang mentah, rindu tenaga remeh sambil anti nalar, anti Pancasila.

Itulah mengapa, menurut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK: 2024), daerah yang kaya tambang (barang mentah) cenderung memiliki penduduk paling miskin. Dan, data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2025 menunjukkan bahwa sepuluh provinsi dengan tingkat kemiskinan tertinggi adalah penghasil tambang terbesar (lagi-lagi barang mentah). Tentu ini lukisan buram kita semua.(*)


Berita Terkait


News Update