Oleh: Yudhie Haryono (CEO Nusantara Centre)
Mengapa kaum miskin kita tak memberontak saat mereka makin dimiskinkan dan melihat kaum kaya makin serakah?
Ini soal penting sebab jangan-jangan cara bernegara infrastruktur, menumpuk hutang dan abai bangun jiwa itu jawaban elite tapi bukan "kebutuhan bernegara sesungguhnya."
Rakyat banyak sepertinya diam cuek terhadap upaya-upaya sistematis untuk menghancurkan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Mereka membiarkan berbagai bentuk ancaman yang merongrong Pancasila sebagai dasar kita bernegara. Paling banter, mereka ngedumel.
Coba lihat, saat mereka tercekik, elite pajak pamer kemewahan; saat mereka sakit, layanan kesehatan makin amburadul; saat mereka ingin belajar, sekolah-sekolah makin tak terjangkau; saat mereka irit dan selektif, KKN bin pungli makin merajalela.
Baca Juga: Ekonomika Pancasila: Defisit Daulat Ekonomi
Singkatnya, mereka diam padahal hidup di tahun kegentingan nasional, saat elite hidup di tahun keserakahan nasional.
Mereka hidup dalam suasana genting karena menghadapi dua jenis eksploitasi, “explotation der l’homme par l’homme” (exploitasi oleh manusia atas manusia) dan “exploitation der l’nation par l’nation” (explotasi oleh bangsa atas bangsa).
Menjawab soal sulit itu penting karena rakyat sesungguhnya subjek paling vital bagi keberadaan negara. Tanpa mereka, negara tak ada.
Maka, menghadapi keadaan itu, rakyat memerlukan kesadaran dan kewaspadaan nasional yang sudah mulai berkurang, diterjang oleh kebejatan nasional.
