Padahal, hutan menjalankan fungsi yang vital, seperti menahan air, menjaga kesuburan dan menopang kehidupan. Fungsi ini yang terabaikan, sehingga merusak alam, mendatangkan banjir bandang dan tanah longsor.
Fakta tak terbantahkan, sepanjang tahun 2024 berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB), negeri kita diterpa 2.203 bencana alam. Terbesar adalah banjir 1.109 kasus dan tanah longsor 136.
Hingga 13 Desember 2025, terdapat 2.997 bencana alam, banjir menempati posisi teratas dengan 1.503 kasus. cuaca ekstrem 644 kasus. Tingginya intensitas hujan, alih fungsi lahan, dan kondisi geografis (kerusakan lingkungan) menjadi faktor pemicu.
Bencana alam tersebut menyebabkan 1.442 orang meninggal dunia, 289 hilang, 6.170 luka-luka, belum lagi lebih dari 10 juta warga menderita dan mengungsi.
Merespons bencana alam tersebut, tak cukup melakukan mitigasi (mengurangi risiko) bencana, tak kalah pentingnya adalah mengatasi dari sumbernya, yakni mitigasi krisis lingkungan sebagai penyebab bencana banjir dan tanah longsor.
Baca Juga: Kopi Pagi: Krisis Iklim dan Lingkungan
Eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan tanpa memperhatikan aspek lingkungan, tak ubahnya hanya memanfaatkan bumi, air dan seisinya, tetapi ogah merawat dan menjaganya. Pertanda tak lagi mau bersahabat dengan alam, malah merusaknya, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Sementara kita tahu, pitutur luhur berbahasa Jawa mengajak kita: Memayu hayuning bawana – selalu berupaya menjaga, memperindah dan melestarikan alam semesta serta menciptakan keselamatan dan kesejahteraan di dunia.
Filosofi ini mengingatkan agar kita senantiasa bersahabat dengan alam, saling menjaga dan menghormati. Pepatah lanjutan: Alam maringi, alam ngelakoni lan alam ngadili – alam memberi, alam melakukan (proses) dan alam itu mengadili. Alam memiliki hukum keseimbangan sendiri,dan manusia harus menghormati.
Bersahabat dengan alam ini menjadi bagian inti dari mitigasi krisis lingkungan, mengingat penyebab krisis lingkungan tak lepas dari perilaku manusia terhadap alam sekitarnya, baik melalui kebijakan yang tidak prolingkungan, kebijakan demi kepentingan bisnis semata, juga sifat serakah dalam eksploitasi sumber daya alam.
Mari kita mitigasi krisis lingkungan mulai dari diri kita sendiri, dengan menjaga alam semesta, bukan hanya pandai mengeksploitasi, namun tak peduli merawatnya. (Azisoko)
