“Mengatasi masalah lingkungan perlu kebijakan konkret, bukan sebatas gerakan moral berupa ajakan atau imbauan. Masyarakat akan terlibat aktif menjaga lingkungan sekitar, jika kebijakan yang digulirkan pemerintah memihak dan memberi dampak positif bagi kehidupan mereka.” - Harmoko
Krisis Iklim dan lingkungan bukan lagi isu masa depan, tetapi sekarang, fakta yang terjadi di sekeliling kita. Cuaca ekstrem, tanah longsor dan banjir bandang di sejumlah daerah, termasuk di Sumatera Utara, Sumatera Barat dan Aceh, memberi pertanda krisis iklim dan lingkungan tengah melanda negeri kita.
Krisis akibat rusaknya lingkungan hidup sejatinya sudah dirasakan dampaknya sejak lama, mulai kemarau berkepanjangan, kekeringan, banjir, dan badai.
Banjir akan merusak lingkungan jelas adanya, tetapi tak sedikit banjir terjadi akibat salah tata kelola lingkungan, penyempitan sungai, alih fungsi lahan tanpa memperhatikan aspek lingkungan Selain eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan, hanya mementingkan bisnis semata, namun abai terhadap kelestarian lingkungan alam.
Baca Juga: Kopi Pagi: Dwitunggal yang (Tidak) Tanggal
Banjir bandang yang terjadi di wilayah Sumatera baru-baru ini menguak dugaan adanya pembalakan liar yang tak terkendali. Ini menuntut perhatian semua pihak, bagaimana menjaga dan merawat hutan lebih baik lagi agar tidak semakin merugikan generasi mendatang.
Tak hanya kerusakan hutan, juga lahan perkebunan dan pertanian akibat penambangan liar, penyalahgunaan izin penambangan dan masih banyak lagi eksplorasi sumber daya alam yang merusak lingkungan.
Dampak yang sudah dirasakan adalah bencana alam seperti tanah longsor, banjir bandang yang memporak-porandakan pemukiman penduduk, lahan pertanian, dan perkebunan.
Sementara kita tahu, kerusakan lingkungan belum tentu dapat dikembalikan seperti kondisi semula dalam satu masa generasi.Ini menjadi ancaman nyata yang menggerus kesejahteraan rakyat.
Baca Juga: Kopi Pagi: Menuju Pilkada Tanpa Transaksi
Dalam konteks kesejahteraan inilah, hendaknya alih fungsi lahan tidak semata mengejar target pengembangan industri. Selain aspek kelestarian lingkungan hidup, aspirasi masyarakat mempertahankan eksistensinya, budayanya, kearifan lokalnya, tanahnya dari penggusuran perlu menjadi rujukan dalam kebijakan.
