Bahkan, secara rinci hak setiap warga negara diatur lagi, misalnya dalam pasal 27 dan 28 UUD 1945.
Dalam kedua pasal tersebut diatur hak atas perlindungan, atas penghidupan dan pekerjaan serta berserikat. Ada hak inisiasi baik secara lisan maupun tertulis.
Baca Juga: Kopi Pagi: Krisis Iklim dan Lingkungan
Ini bukti otentik, para pendiri bangsa kita selangkah lebih maju dengan ditempatkannya HAM sebagai bagian hakiki identitas bangsa.
Kita sebagai generasi penerus, yang hidup di alam kemerdekaan, tentunya tak cukup dituntut lebih menghargai persoalan hak asasi, tetapi menjalankannya dalam kehidupan sehari – hari.
Begitupun kehadiran negara dalam melindungi setiap warganya. Utamanya yang selama ini terpinggirkan, dalam posisi lemah akibat ketidakberdayaan kemampuan, baik sosial maupun ekonomi.
Lindungi yang lemah, bukan sebatas tuntutan, tetapi kebutuhan guna meletakkan pondasi bangsa yang bermartabat, mandiri, saling menghormati dan menghargai hak asasi, menjunjung tinggi kesetaraan dan kebersamaan menuju visi Indonesia Emas.
Persepsi soal hak asasi boleh jadi akan terus berkembang seiring dengan kemajuan zaman yang terus berubah.
Zaman berubah, era pun berganti, tetapi penghormatan terhadap HAM tak boleh tererosi. HAM merupakan hak pemberian langsung dari Tuhan Yang Maha Esa, sebagai anugerah bersifat kodrati yang wajib dijaga, dirawat untuk peningkatan kualitas diri. Lebih luas lagi untuk kemaslahatan umat.
Tidak sepantasnya mengedepankan hak asasi pribadi, tetapi merugikan orang lain, lebih – lebih sampai merusak tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Ingat! Hak asasi pribadi melekat juga pada diri orang lain, maka orang lain pun memiliki hak pula untuk merasa terganggu, terusik dan dirugikan. Sebab, di balik hak asasi, setiap manusia memiliki juga kewajiban asasi.
Bentuk konkret kewajiban asasi manusia adalah menghormati, menjamin, dan melindungi hak asasi manusia lainnya. Hak asasi dirinya akan dihormati dan dilindungi, apabila dia sendiri menghormati dan melindungi hak asasi orang lain.
