POSKOTA.CO.ID - Kabar gembira. Badan Pusat Statistik (BPS) akan merekrut 190 ribu petugas untuk pelaksanaan sensus ekonomi yang digelar pada Juni – Juli 2026.
Peluncuran resmi program dimulai Januari 2026, sementara rekrutmen dilakukan Februari 2026. Silakan bergabung, karena ini sifatnya padat karya se Indonesia, seperti dikatakan Wakil Kepala BPS, Sonny Harry Budiutomo Harmadi.
“Kalau sifatnya padat karya berarti terbuka bagi siapa saja. Kita siap – siap saja jadi petugas sensus,” kata bung Heri mengawali obrolan warteg bersama sohibnya, mas Bro dan bang Yudi.
“ Terbuka bagi mahasiswa, dosen, akademisi, dan yang lainnya sesuai kriteria dan klasifikasinya, “ tambah Yudi.
“Jika disebut sebagai petugas lapangan, nantinya akan interview dengan narasumber misalnya pelaku usaha mulai dari skala rumah tangga hingga perusahaan besar,” kata mas Bro.
Baca Juga: Obrolan Warteg: Menyoal Usia Pensiun Anggota Polri
“Berapa kira – kira honornya ya?,” tanya Yudi.
“Katanya tergantung jumlah responden yang dikumpulkan. Ancer- ancernya sekitar Rp3 juta – Rp5 juta per bulan,” kata Heri.
“Dulu pernah ada sensus ekonomi juga, tapi datang ke rumah – rumah warga. Saya termasuk yang disensus, tapi lupa tahun berapa,” kata Yudi.
“Sepertinya itu sensus soal terkait kondisi sosial ekonomi masyarakat, menyangkut pula taraf kehidupannya.Maka yang ditanya terkait soal penghasilan, kebutuhan dan pengeluaran secara makro tiap – tiap rumah tangga,” jelas Heri.
“Kalau sensus yang digelar pertengahan tahun depan, khusus mencacah semua pelaku usaha. Data yang dikumpulkan mencakup seluruh sektor usaha, kecuali pertanian. Tujuannya memberikan gambaran lebih akurat tentang perkembangan dunia usaha di Indonesia,” kata mas Bro.
“Kalau bicara soal dunia usaha, tak lepas dari jenis usaha, produknya apa, jumlah tenaga kerja dari mana saja, pasarnya dan omsetnya bagaimana, kemana saja. Kendalanya seperti apa,” kata Heri.
“Juga soal perizinan, permodalan, dan daya saing,” ujar Yudi.
“Ya, seperti kita ini kepengin buka usaha kecil – kecilan, tapi lagi – lagi terbentur modal,” kata Heri.
Baca Juga: Obrolan Warteg: Mencuat Gugatan, Rakyat Bisa Pecat Anggota Dewan
“Giliran modal sudah dapat, usaha mulai lancar. Nggak lama kemudian ada yang menyaingi dengan produk yang sama persis, harganya lebih murah, coba gimana kalau sudah begini,” urai mas Bro.
“Tak jarang juga yang buka usaha dengan label nama mirip sama dengan nama yang sudah populer. Yah, numpang beken. Tapi yang seperti ini biasanya nggak tahan lama karena tak bisa menyaingi yang sudah eksis,” kata Heri.
“Namanya juga usaha bisa dilakukan dengan berbagai cara,tapi sebaiknya menjaga etika dan moral. Jangan sampai tetangganya umpamanya sudah jualan ‘singkong super hot’, kita menyaingi dengan jualan ‘singkong lebih super hot’,” urai mas Bro. (Joko Lestari).
