"Ada 100 ribuan pedagang yang terdampak langsung dengan larangan-larangan Ranperda KTR ini. Pedagang itu kan aset pasar yang harusnya dilindungi, diberdayakan, bukan ditekan dengan aturan yang tidak adil," tutur Ngadiran.
Ngadiran menambahkan, APPSI mendesak Pemprov dan DPRD DKI Jakarta agar pasar tradisional atau pasar rakyat dikecualikan dari kategori 'Tempat Umum' dalam penerapan KTR secara total.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Umum Asosiasi Pedagang Kaki Lima (APKLI), Ali Mahsun berharap agar Bapemperda DPRD DKI Jakarta segera meninjau ulang dan menunda pengesahan Ranperda KTR yang berdampak pada ekonomi rakyat.
"Kami menolak pasal-pasal yang mengatur jual beli rokok di dalam Raperda, DKI Jakarta. Baik itu jual rokok eceran maupun zonasi 200 meter dari sentra pendidikan, pelarangan pemajangan dan larangan merokok di area pasar, toko, dan rumah makan," ucapnya.
"Kami hadir hari ini mengetuk hati nurani wakil rakyat. Ini urusan perut!," tambah Ali Mahsun.
Protes juga dilayangkan Asosiasi pedagang warteg. Ketua Komunitas Warteg Merah Putih, Izzudin Zidan menilai larangan penjualan rokok pada Raperda KTR secara tidak langsung dapat mematikan pedagang kecil.
Ia mencontohkan warung makannya yang tidak mempunyai ukuran luas, dan tidak bisa menyediakan ruangan khusus untuk merokok.
“Tolong dibatalkan semua pasal-pasal yang mengatur jual beli rokok. Kami tidak sanggup dibebani Raperda KTR. Kami cuma mau bertahan,” kata Zidan.
