Koalisi UMKM Jakarta Tolak Raperda KTR: Tidak Rasional dan Bakal Kucing-Kucingan dengan Aparat

Minggu 16 Nov 2025, 17:05 WIB
Diskusi bertajuk 'Jaga Jakarta, Tolak Raperda KTR' oleh sejumlah komunitas warteg di Jakarta Barat, Minggu, 16 November 2025. (Sumber: POSKOTA | Foto: Pandi Ramedhan)

Diskusi bertajuk 'Jaga Jakarta, Tolak Raperda KTR' oleh sejumlah komunitas warteg di Jakarta Barat, Minggu, 16 November 2025. (Sumber: POSKOTA | Foto: Pandi Ramedhan)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Koalisi UMKM Jakarta menegaskan, penolakan terhadap Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR) yang sedang difinalisasi oleh Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Jakarta.

Para pedagang kaki lima (PKL), warung kelontong, asongan, kopi keliling dan warteg yang tergabung dalam Koalisi UMKM menyebut anggota legislatif DPRD DKI Jakarta tidak berempati terhadap kondisi sosial ekonomi saat ini.

"Pedagang kecil saat ini situasinya terseok-seok. Sekarang, kita makin dibelenggu dengan Raperda KTR yang tak bisa diterima, tak rasional. Jangan asal ketuk palu lah," kata juru bicara Koalisi UMKM Jakarta, Izzudin Zidan dalam Diskusi bertajuk Jaga Jakarta, Tolak Raperda KTR di Jakarta Barat, Minggu, 16 November 2025.

Menurut dia, Raperda KTR khususnya Pasal yang membahas soal larangan penjualan rokok di sejumlah tempat seperti di tempat usaha restoran, hiburan, hingga satuan pendidikan, sangat tidak rasional jika diimplementasikan di lapangan.

Baca Juga: INDEF: Dampak Raperda KTR Bisa Ganggu Stabilitas Sosial Jakarta

Sebab menurut dia, pengusaha warteg seperti dirinya sulit untuk menerapkan kebijakan tersebut. Apalagi jika harus menyediakan ruang atau tempat untuk merokok.

"Nah, ketika ada Raperda nanti ini dibatasi, ukuran warteg terbesar siapa? Coba, 4x6 (meter persegi) lah atau besarnya lagi berapa? Misalnya 10 meter gitu. Itu paling besar. Disuruh kami diminta untuk bikin lokalisasi untuk rokok, lah terpotong lah. Orang ukurannya cuma 4 sampai 5 meter, tiba-tiba dibikin tempat rokok," tuturnya.

Zidan menilai bahwa pasal larangan penjualan rokok pada Raperda KTR DKI Jakarta jika diimplementasikan juga akan berdampak negatif khususnya ke pelaku usaha dan petugas.

"Nah, ketika kemudian Raperda ini diterapkan, tentu ada penegak hukumnya. Penegak hukumnya adalah Satpol PP, ya Satpol PP kan kucing-kucingan dengan pelanggan juga dengan warteg. Dan itu yang menurut saya berat banget jadinya," kata dia.

Selain itu, Zidan menganggap bahwa Pasal pelarangan penjualan rokok pada Raperda KTR ini juga dinilai dapat menurunkan pendapatan pelaku usaha warteg yang juga menjual rokok.

"Meskipun kalau kita satu batang kita jual Rp2 ribu lah ya. Memang kecil, tapi kan kalau di UMKM lumayan kan untuk rokoknya," jelas dia.

Sebagai pelaku usaha, Zidan menegaskan dirinya dan asosiasi warteg lain sangat mendukung apa yang menjadi komitmen Pemprov DKI salah satunya untuk menuju Kota Global.

Hanya saja, dirinya melihat jika pasal pelarangan penjualan rokok pada Raperda KTR DKI ini justru malah dinilai akan mematikan pelaku UMKM khususnya pedagang kecil.

"Ya buat kami, memang harusnya pemerintah peka dong terhadap para pelaku usaha warung makan," jelas dia.

Baca Juga: PHRI Tegaskan Raperda KTR Harus Jaga Keberlanjutan Usaha di Samping Kesehatan

Perwakilan Komunitas Warteg Nusantara (Kowantara), M Soleh menyampaikan bahwa Pasal larangan penjualan rokok pada Raperda KTR DKI Jakarta perlu dikaji ulang.

Dirinya beranggapan, jika Pasal larangan penjualan rokok pada Raperda KTR tetap diloloskan, maka akan berdampak tidak baik kedepannya.

"Karena gini, kalau warung makan ada pelarangan jual rokok, orang abis makan kan biasanya ngerokok terus dilarang, nah itu nanti pembelinya pasti akan berkurang," tutur Soleh.

Diketahui, Pansus DPRD DKI Jakarta telah merampungkan pembahasan Raperda KTR DKI Jakarta. Draf berisi 27 Pasal dalam 9 bab itu telah diserahkan ke Bapemperda untuk ditindaklanjuti.


Berita Terkait


News Update