".. bangsa yang maju, produktif dan berdaya saing tinggi karena rakyatnya sehat. Negara akan tangguh, kuat dan hebat, jika rakyatnya sehat secara fisik , mental dan sosial..”
-Harmoko-
--
Kesehatan tak hanya dimaknai sebagai bebas dari segala penyakit. Kesehatan juga tidak saja menyangkut masalah fisik, melainkan juga sehat secara mental dan sosial. Berarti sehat raganya, jiwanya (mentalnya) dan kondisi sosialnya.
Ketiga unsur tadi, raga, jiwa dan sosial saling terkait, tak bisa dipisahkan satu sama lain,jika kita hendak membangun membangun manusia sehat dan sejahtera. Jika salah satu sakit, maka dua lainnya akan ikut terganggu.
Ini sejalan dengan definisi kesehatan sebagaimana diamanatkan Undang – undang Nomor 23 Tahun 1992 bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Baca Juga: Kopi Pagi: Pejuang Rakyat
Sehat raga adalah memiliki tubuh yang sehat dan kuat karena terbebas dari segala macam penyakit. Sehat jiwa adalah teguh dan kuat mental. Terbebas dari perasaan cemas, was- was, trauma yang senantiasa membayangi hidupnya.
Sedangkan sehat sosial menurut sementara para ahli adalah kemampuan untuk berinteraksi dan menjalin hubungan yang bermakna dengan orang lain. Bermakna bagi dirinya, juga orang lain, lingkungan sekitar. Ada ketenangan dan kenyamanan dalam beradaptasi dengan situasi sosial.
Sehat sosial juga dapat didefinisikan sebagai kemampuan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain secara baik. Mampu berinteraksi secara positif dengan orang atau kelompok lain di tengah keberagaman, tanpa membeda-bedakan ras, suku, agama, dan kepercayaan, juga status sosial, ekonomi dan politik.
Ini, tidak saja menuntut kemampuan masing – masing individu dalam melakukan hubungan sosial yang baik, juga ketika merespons hubungan sosial yang dilakukan orang lain.
Berupaya menciptakan hubungan yang sehat, komunikasi efektif, dan rasa saling memiliki antara satu sama lain dalam suatu lingkungan.
Maknanya setiap individu hendaknya mendorong terciptanya lingkungan sosial yang baik, penuh etika, beradab dan bermoral. Dengan begitu siapa pun yang melakukan interaksi di dalamnya, baik secara pribadi maupun kelompok merasa nyaman dan dipedulikan, eksistensinya sebagai manusia merasa terlindungi dan terayomi.
Baca Juga: Kopi Pagi: Menjaga Warisan Budaya
Di tengah kian meningkatnya perhatian terhadap kesehatan mental, masyarakat semakin sadar akan pentingnya membangun hubungan sosial sebagai esensi dari kesehatan sosial menuju terciptanya kesejahteraan sosial (social welfare).
Yang menjadi pertanyaan kemudian seberapa nyaman kita beradaptasi dalam situasi sosial yang belakangan ini kadang diwarnai kian tajamnya perbedaan, persaingan tidak sehat baik dalam bidang ekonomi maupun politik.
Belum lagi masih adanya sekelompok elite yang mengedepankan pencitraan, kurangnya kepedulian, di tengah upaya pemerintah membangun soliditas dan solidaritas sosial.
Kuncinya kembali kepada masing – masing individu, utamanya keteladan para elite dan pejabat publik bagaimana membangun hubungan sosial yang sehat dan penuh tanggung jawab.
Hubungan yang dilandasi adanya saling kepercayaan, kejujuran dan keterbukaan. Saling memberikan dukungan dan manfaat, bukan manfaat bagi salah satu pihak. Menghargai perbedaan dan latar belakang serta melindungi privasi. Itulah ciri hubungan sosial yang sehat.
Di sisi lain, studi menunjukkan bahwa hubungan sosial, baik kualitas maupun kuantitasnya, memiliki dampak terhadap kesehatan kita, baik kesehatan fisik, mental maupun sosial.
Sementara kita paham betul bahwa bangsa yang maju, produktif dan berdaya saing tinggi karena rakyatnya sehat. Negara akan tangguh, kuat dan hebat, jika rakyatnya sehat secara fisik, mental dan sosial, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Baca Juga: Kopi Pagi: Kenang Kebaikannya
Cukup beralasan jika investasi terbesar bangsa adalah pada kesehatan generasinya. Tak terkecuali negeri kita, terutama kepada generasi muda yang akan menjadi penerus dan penggerak Indonesia Emas 2045. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) adalah salah satu contoh nyata.
Dalam konteks membangun kesehatan sosial, perlu perhatian pemerintah dan kerja sama semua pihak meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat akan pentingnya menciptakan lingkungan sehat (nyaman dan menyenangkan).
Beberapa poin, di antaranya: 1.Menghentikan aksi bullying di manapun, pada kelompok dan komunitas apa pun, termasuk yang kini kian menjalar di dunia pendidikan. 2. Meniadakan aksi diskriminasi, utamanya dalam sektor pelayanan publik, baik di bidang penegakan hukum, ekonomi, sosial dan politik.3.Membuka lebar – lebar ruang dialog publik tanpa sekat agar masyarakat dapat leluasa menyampaikan aspirasi, harapan dan tuntutan tanpa beban.
Dengan menyekat dan membatasi ruang aspirasi akan menimbulkan kekecewaan, ditambah lagi tiada henti menanggung beban akibat kebijakan pejabat yang tidak tepat sasaran.
Sudah terpinggirkan dari sisi ekonomi, tersingkir pula dari penyampaian aspirasi, yang menumpuk kemudian adalah depresi. Kondisi demikian akan semakin menjauhkan dari makna terpenuhinya kesehatan sosial, terlebih kesejahteraan sosial.
Mari sehatkan raga kita, jiwa dan pikiran kita serta sehat sosial kita agar selalu dalam kondisi “bregas “ dan “waras”, serta “trengginas” merespons keadaan, menyingkirkan segala hambatan meraih kejayaan. (Azisoko).
