Rupiah Menyederhana: Rp1000 Jadi Rp1, Pemerintah Pacu Rencana Redenominasi Selesai 2027

Senin 10 Nov 2025, 15:12 WIB
Pemerintah targetkan RUU Redenominasi Rupiah selesai 2027. Rp1.000 akan menjadi Rp1 tanpa mengubah nilai tukar. Simak manfaat untuk efisiensi transaksi, dampak pada ekonomi, dan tantangannya. (Sumber: Freepik)

Pemerintah targetkan RUU Redenominasi Rupiah selesai 2027. Rp1.000 akan menjadi Rp1 tanpa mengubah nilai tukar. Simak manfaat untuk efisiensi transaksi, dampak pada ekonomi, dan tantangannya. (Sumber: Freepik)

POSKOTA.CO.ID - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) secara resmi memasukkan rencana Redenominasi Rupiah ke dalam peta jalan strategis jangka menengah.

Wacana memotong tiga angka nol pada mata uang nasional, yang mengubah Rp1.000 menjadi Rp1, kini memiliki tenggat waktu yang jelas: Rancangan Undang-Undang (RUU)-nya ditargetkan tuntas pada 2027.

Inisiatif ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kemenkeu 2025-2029, yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Dalam dokumen tersebut, RUU Redenominasi dikategorikan sebagai "RUU luncuran" yang prioritas.

Baca Juga: Pemerintah Kaji Pembatasan Game Online dan Anti-Bullying Usai Ledakan SMAN 72 Jakarta, Soroti PUBG

Efisiensi dan Kredibilitas Jadi Target Utama

Menteri Purbaya mendorong kebijakan ini dengan argumen efisiensi perekonomian. Dalam PMK itu disebutkan, redenominasi dirancang sebagai strategi untuk menjaga kesinambungan perkembangan ekonomi nasional, memelihara daya beli masyarakat melalui nilai Rupiah yang stabil, dan yang tak kalah penting, meningkatkan kredibilitas mata uang Indonesia di kancah global.

"Tujuan utamanya adalah menyederhanakan sistem transaksi dan pencatatan keuangan. Terlalu banyak angka nol dianggap mempersulit proses, mulai dari menghitung hingga mencatat, terutama dalam transaksi digital yang kian dominan," jelas seorang analis keuangan yang enggan disebut namanya.

Dengan redenominasi, nilai tukar Rupiah terhadap mata uang asing tidak berubah. Satu dolar AS yang hari ini setara dengan Rp16.000, misalnya, akan menjadi Rp16 setelah redenominasi.

Daya beli masyarakat pun tetap sama. Manfaat yang diharapkan adalah kemudahan dalam bertransaksi, efisiensi bagi pelaku bisnis, dan citra Rupiah yang lebih kuat di mata investor asing.

Tugas DJPb dan RUU Lainnya yang Menyertai

Untuk merealisasikan agenda besar ini, Menteri Purbaya telah menugaskan Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Kemenkeu sebagai penanggung jawab pelaksanaan redenominasi.

Selain RUU Redenominasi, Kemenkeu juga menyiapkan tiga RUU pendukung lainnya dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025-2029, yaitu RUU Penilai (ditargetkan 2025), serta RUU Lelang dan RUU Pengelolaan Kekayaan Negara (ditargetkan 2026).

Baca Juga: Tokoh yang Mendapat Gelar Pahlawan Nasional 2025: Soeharto hingga Marsinah Masuk dalam Daftar

Koordinator Perekonomian: "Belum Tahu Rencana"

Meski telah tertuang dalam dokumen resmi, rencana redenominasi ini ternyata belum sepenuhnya terkoordinasi di tingkat menteri koordinator.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, ketika dikonfirmasi di Kompleks Istana Kepresidenan pada Jumat, 7 November 2025, mengaku belum mengetahui ihwal rencana tersebut.

"Oh iya nanti kita lihat, sejauh ini belum, belum ada rencana," kata Airlangga singkat. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa jalan menuju redenominasi masih panjang dan memerlukan sosialisasi serta koordinasi intensif antar-kementerian.

Baca Juga: Siapa Marsinah yang diberikan Gelar Pahlawan Nasional Hari Ini oleh Prabowo, Cek Profilnya!

Risiko Kebingungan dan Inflasi Terselubung

Di balik potensi manfaatnya, redenominasi menyimpan sejumlah tantangan dan risiko yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Pakar ekonomi memperingatkan dua hal utama: kebingungan massal dan inflasi terselubung.

Masyarakat, terutama di daerah pedesaan dan kalangan lanjut usia, berisiko mengalami kebingungan selama masa transisi. Selain itu, ada kekhawatiran praktik pembulatan harga ke atas oleh oknum pedagang, yang secara perlahan dapat memicu inflasi yang tidak terlihat.

"Biaya logistik untuk mencetak dan mendistribusikan uang baru, serta kampanye sosialisasi nasional yang masif, juga akan sangat besar. Semua ini harus diperhitungkan matang-matang," tambah analis tersebut.

Kunci keberhasilan redenominasi, menurut sejumlah pengalaman negara lain, terletak pada stabilitas ekonomi makro, terutama inflasi yang harus benar-benar terkendali (idealnya di sekitar 3%).

Proses sosialisasi yang bertahap, transparan, dan mudah dipahami seluruh lapisan masyarakat menjadi penentu agar kebijakan ini tidak justru menimbulkan gejolak ekonomi baru.

Dengan target 2027 untuk penyelesaian RUU, pemerintah masih memiliki waktu untuk mematangkan strategi, memperkuat koordinasi, dan mempersiapkan seluruh infrastruktur pendukung agar "Rupiah yang baru" nantinya dapat diterima dengan mulus oleh seluruh rakyat Indonesia.


Berita Terkait


News Update