“Selain negara wajib memfasilitasi agar eksistensi budaya bangsa kian mempesona dan mendunia, masyarakat juga perlu proaktif. Jangan biarkan warisan budaya merana, bahkan sirna termakan usia..”
-Harmoko-
--
Indonesia sangat kaya dengan beragam warisan budaya, adat, tradisi, kesenian dan kearifan lokal, tidaklah terbantahkan. Hingga kini 8.056 karya budaya telah tercatat, 2.727 di antaranya telah ditetapkan sebagai karya budaya takbenda oleh pemerintah.
Dunia pun mengakuinya, setidaknya sudah 16 budaya nusantara ditetapkan sebagai warisan budaya takbenda (Intangible Cultural Heritage) oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan (UNESCO).
Wayang kulit, satu di antaranya, selain keris, batik, angklung, Tari Saman, gamelan. Dan, pada awal Desember 2024, Reog Ponorogo, kebaya dan kolintang telah pula ditetapkan sebagai warisan budaya dunia.
Baca Juga: Kopi Pagi: Kenang Kebaikannya
Tentu kita sepakat penetapan warisan budaya dunia ini bukanlah tujuan akhir, melainkan hanya sarana mendukung pelestarian budaya nasional tidak tergerus oleh perkembangan zaman.
Yang diutamakan adalah aksi nyata menjaga dan melestarikan warisan budaya. Tanpa itu, warisan budaya boleh jadi hanyalah papan nama, sertifikat di atas kertas sebagai pemantas.
Tanpa adanya aksi nyata menjaga warisan budaya dunia, sanksi bisa menimpa kita.
Jangan sampai sertifikat dicabut kembali seperti pernah dilakukan UNESCO terhadap dua bekas situs, Lembah Dresden Elbe di Jerman dan Cagar Alam Oryx Arabia.
Kita tentu tak ingin peristiwa semacam menimpa kita karena lalai menjaga dan merawat warisan budaya nusantara. Pencabutan akan berdampak buruk, tidak saja mendapat predikat sebagai negara yang tidak peduli terhadap kelestarian budaya bangsa, juga menurunnya tingkat kepercayaan dunia yang berakibat merosotnya kunjungan wisatawan mancanegara (wisman).
Baca Juga: Kopi Pagi: Menuju Swasembada Air
Perlu lebih disadari bahwa negeri kita yang terbentang luas dari Sabang sampai Merauke adalah surga bagi pecinta dan pemerhati kebudayaan. Setiap tahun belasan juta wisman berlibur ke Indonesia, menikmati keindahan alam dan pesona budaya yang unik.
Data menyebutkan hingga September 2025 jumlah wisman sudah mencapai 11,43 juta. Angkanya diprediksi terus naik hingga diharapkan melampaui kunjungan wisman sepanjang tahun 2024, sebanyak 11,57 juta jiwa.
Ini perlu dukungan semua pihak, kolaborasi semua pemangku kepentingan baik pusat maupun daerah merawat dan melestarikan semua budaya nusantara, tak terkecuali wayang kulit sebagai warisan mahakarya dunia tak ternilai dalam seni bertutur.
Kita tahu, wayang mulai ditetapkan sebagai warisan budaya dunia pada 7 November 2003, yang selanjutnya setiap 7 November oleh pemerintah diperingati sebagai Hari Wayang Nasional.
Pertunjukan wayang kulit- sering disebut ringgit purwo tak sebatas media hiburan dan informasi, juga pendidikan karena di dalamnya sarat dengan pesan –pesan moral dan kritik sosial.
Wayang dengan tokoh – tokohnya merupakan gambaran kehidupan manusia secara konkret beserta norma –norma yang hidup di dalamnya. Dengan sifat karakternya yang cukup beragam dan unik sebagaimana manusia baik secara individual maupun sosial.
Baca Juga: Kopi Pagi: Gerakan Perubahan
Bila dibawa ke ranah kehidupan kita, sifat dan sikap tokoh wayang mencerminkan sifat dan sikap kita juga. Ada yang serakah, tamak, arogan, sombong - dicitrakan dalam lakon Kurawa yang angkara murka.
Sebaliknya terdapat kehalusan dan keluhuran budi, adil, bijaksana dan memiliki cita – cita luhur, setia kepada bangsa dan negaranya seperti dilakonkan kepada Pandawa dengan para tokohnya.
Wayang menjadi simbol kehidupan nilai – nilai dualisme, seperti baik – buruk, utama- angkara, terpuji- tercela serta nilai – nilai religius, etis dan moral.
Wayang bukan sebatas tontonan, tetapi penuh tuntunan. Karenanya simak pertunjukannya, dalami filosofinya, serta amalkan dalam kehidupan nyata. Itulah makna merawat, menjaga dan melestarikan warisan budaya.
Dalam cerita wayang, terdapat sebuah makna ajaran adiluhung bagi kita semua.
Lakon seperti Baratayuda, Semar Maneges, Dadu, dan Punta Tali Rasa mengajarkan nilai – nilai moral bahwa kebaikan akan mendatangkan kemuliaan, kezaliman akan menimbulkan kesengsaraan dan kehancuran.
Sikap tamak dan serakah yang dipertontonkan para elite yang tak hanya haus jabatan dan kekuasaan, juga keserakahan mengambil keuntungan secara eksploitatif, memperkaya diri dengan menghalalkan segala cara - serakahnomics, berujung petaka dan kesengsaraan bagi dirinya, negerinya dan rakyatnya.
Baca Juga: Kopi Pagi: Aksi Nyata Hidup Sederhana
Wayang adalah aset budaya nasional yang berperan penting dalam membangun karakter dan jati diri bangsa. Negara wajib memfasilitasi agar eksistensi budaya bangsa kian mempesona dan mendunia sebagaimana diamanatkan pasal 32 (1) UUD 1945 : Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai – nilai budayanya.
Selain kewajiban negara, masyarakat juga perlu proaktif. Jangan biarkan warisan budaya merana, bahkan sirna termakan usia, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” di media ini.
Siapa lagi, kalau bukan kita semua yang melanggengkan warisan leluhur. Di mana pun kita berada, di era generasi kapan pun, sebagai pewaris memiliki kewajiban merawatnya.
Tentu kita tidak berkehendak warisan leluhur suatu saat hancur dan terkubur, akibat para pewaris lalai memaknai kewajibannya. (Azisoko).
