Jakarta Masuk Tiga Besar Kota Tercemar, Warga Rasakan Dampak Kesehatan

Kamis 06 Nov 2025, 22:52 WIB
Ilustrasi, lanskap kota yang diselimuti polusi udara di Jakarta, Jum'at, 26 September 2025. (Sumber: Poskota/Bilal Nugraha Ginanjar)

Ilustrasi, lanskap kota yang diselimuti polusi udara di Jakarta, Jum'at, 26 September 2025. (Sumber: Poskota/Bilal Nugraha Ginanjar)

JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Data pemantauan kualitas udara menunjukkan, Jakarta kerap masuk dalam jajaran tiga besar kota dengan udara paling tercemar di dunia.

Berdasarkan catatan IQAir, indeks kualitas udara (AQI) Jakarta sering berada pada kategori 'tidak sehat' hingga 'sangat tidak sehat', terutama pada jam sibuk pagi dan sore hari.

Dalam setahun terakhir, tercatat lebih dari 90 hari dengan kualitas udara yang tidak layak hirup, jauh melampaui ambang batas aman WHO.

Sumber pencemarnya datang dari berbagai arah. Kendaraan bermotor menjadi penyumbang terbesar, dengan kontribusi hampir separuh dari total emisi polutan.

Kemacetan parah membuat emisi gas buang menumpuk di jalanan, sementara industri, pembangkit listrik, dan aktivitas konstruksi turut memperparah kondisi. Tak sedikit pula polutan yang terbawa angin dari kawasan penyangga seperti Bekasi dan Karawang.

Dampaknya terasa nyata. Kasus penyakit pernapasan seperti ISPA, asma, dan bronkitis terus meningkat di fasilitas kesehatan DKI.

Baca Juga: Transportasi Jadi Biang Polusi Udara Jakarta, Pemprov Diminta Tindak Tegas Industri dan Kendaraan 'Ngebul'

Anak-anak dan lansia menjadi kelompok paling rentan. Banyak warga kini terbiasa memakai masker bukan hanya karena pandemi, melainkan untuk melindungi diri dari udara yang kotor.

Seperti yang dikatakan Naufal Majid 23 tahun yang sehari-hari menggunakan sepeda motor hingga hampir 4 jam lebih berkendara. Bahkan, dirinya pernah merasakan sesak nafas akibat polusi udara saat musim kemarau beberapa waktu lalu.

"Sering merasakan karena debu jalanan, sehari di motor 3 jam sakit batuk pilek sesekali sesak nafas paling parah pas musim kemarau kemarin," ucap Naufal kepada Poskota, Kamis, 6 November 2025.

Naufal mengaku, pernah didiagnosis gangguan pernapasan pada bulan Agustus lalu. Dia menyebut, hal itu diakibatkan oleh polusi udara.

"Sampe pernah didiagnosis peradangan saluran pernapasan atas di bulan Agustus kemarin," ujar Naufal.

Meski sudah tak musim kemarau, saat ini dirinya ketika berkendara lebih sering menggunakan masker hingga memperbanyak minum vitamin guna menjaga daya tahan tubuh.

"Biasa naik motor pake masker, jaket, bawa air putih dan banyakin minum air putih, minum vitamin," kata dia.

Naufal meminta kepada Pemprov DKI Jakarta untuk memberikan kompensasi kepada warganya yang terkena penyakit akibat polusi udara.

"Kalo bisa seharusnya tanggung biaya kesehatan bagi terdampak polusi udara, kasihan kan kalo ampe Sakit gara gara polusi udara," ungkapnya.

Sementara itu, Abim 26 tahun, seorang ojek online, mengatakan bahwa polusi udara saat itu membuatnya sering mengalami sesak napas dan sakit kepala.

Baca Juga: Tanggapi Polusi Udara di Jakarta, Pengamat Usul Penyerap Polutan Ditambah

Ia menyampaikan, polusi kini sudah menjadi bagian dari rutinitas warga Jakarta yang tidak bisa dihindari.

Abim pun berharap agar Pemda DKI lebih serius menangani permasalahan polusi udara ini, terutama truk di jalan.

"Itu kalo bisa truk-truk yang dijalankan sering buang asap diberesin kalo bisa," ungkapnya.

Kualitas Udara Jakarta 2025 Lebih Baik

Sementara itu, BMKG menilai kualitas udara Jakarta pada tahun 2025 relatif lebih baik dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, meski masih berada pada kategori yang perlu diwaspadai terutama saat musim kemarau.

Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, menyampaikan bahwa berdasarkan data pemantauan harian, jumlah hari dengan kondisi udara 'tidak sehat' yang ditandai oleh konsentrasi partikel halus PM2.5 di atas 55 mikrogram per meter kubik tercatat lebih sedikit dibandingkan periode 2023 dan 2024.

"Pada umumnya di tahun 2025, jumlah hari kondisi tidak sehat yang ditunjukkan oleh konsentrasi harian PM2.5 di atas 55 ug/m3 lebih sedikit dibandingkan dari tahun-tahun sebelumnya. Jika dibandingkan dari tahun-tahun sebelumnya kondisi tahun 2025 tidak lebih buruk," ucap Ardhasena kepada Poskota, Kamis, 6 November 2025.

Ardhasena mengatakan, kualitas udara cenderung memburuk selama periode musim kemarau. "Kondisi kualitas udara cenderung memburuk pada periode musim kemarau yang disebabkan proses pencucian atmosfer oleh air hujan (washout) yang kurang intensif serta transport polutan dari daerah lain," ujar Ardhasena.

Lebih lanjut, Ardhasena mengungkapkan, kualitas udara buruk tidak hanya disebabkan oleh sumber emisi lokal seperti kendaraan bermotor, aktivitas rumah tangga, dan industri, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor meteorologi dan iklim.

"Salah satunya dikarenakan masuknya musim kemarau ke wilayah Jakarta dimana pada musim kemarau kualitas udara cenderung memburuk," ungkapnya.

"Hal ini dikarenakan berkurangnya hujan yang berperan untuk meluruhkan polutan di udara. Selain curah hujan, kelembaban udara relatif yang tinggi dapat menyebabkan munculnya lapisan inversi yang dekat dengan permukaan," Lanjutnya.

Selain itu, Ardhasena mengatakan, kecepatan angin yang rendah juga turut memperburuk situasi. Dalam kondisi stagnan atau pergerakan udara yang lemah, polutan tidak dapat tersebar dengan baik dan akhirnya menumpuk di area perkotaan.

Lapisan inversi merupakan lapisan di udara yang ditandai dengan peningkatan suhu udara yang seiring dengan peningkatan ketinggian lapisan.

"Di sisi lain angin juga berperan membawa polutan dari wilayah/sumber lain masuk ke Jakarta," ujarnya.

Untuk mengantisipasi polusi udara di Jakarta, BMKG meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk melakukan sejumlah hal, di antaranya sebagai berikut:

a. Menggunakan kendaraan ramah lingkungan

b. Mengurangi pemakaian kendaraan bermotor dengan memanfaatkan moda angkutan massal publik

c. Hindari pembakaran sampah

d. Menggunakan produk ramah lingkungan

e. Menanam pohon

f. Menggunakan konsep 9R (Refuse, Rethink, Reduce, Reuse, Repair, Refurbish, Remanufacture, Repurpose, Recycle, dan Recover)

g. Memasang alat penyaring udara. (cr-4)


Berita Terkait


News Update