JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Data pemantauan kualitas udara menunjukkan, Jakarta kerap masuk dalam jajaran tiga besar kota dengan udara paling tercemar di dunia.
Berdasarkan catatan IQAir, indeks kualitas udara (AQI) Jakarta sering berada pada kategori 'tidak sehat' hingga 'sangat tidak sehat', terutama pada jam sibuk pagi dan sore hari.
Dalam setahun terakhir, tercatat lebih dari 90 hari dengan kualitas udara yang tidak layak hirup, jauh melampaui ambang batas aman WHO.
Sumber pencemarnya datang dari berbagai arah. Kendaraan bermotor menjadi penyumbang terbesar, dengan kontribusi hampir separuh dari total emisi polutan.
Kemacetan parah membuat emisi gas buang menumpuk di jalanan, sementara industri, pembangkit listrik, dan aktivitas konstruksi turut memperparah kondisi. Tak sedikit pula polutan yang terbawa angin dari kawasan penyangga seperti Bekasi dan Karawang.
Dampaknya terasa nyata. Kasus penyakit pernapasan seperti ISPA, asma, dan bronkitis terus meningkat di fasilitas kesehatan DKI.
Anak-anak dan lansia menjadi kelompok paling rentan. Banyak warga kini terbiasa memakai masker bukan hanya karena pandemi, melainkan untuk melindungi diri dari udara yang kotor.
Seperti yang dikatakan Naufal Majid 23 tahun yang sehari-hari menggunakan sepeda motor hingga hampir 4 jam lebih berkendara. Bahkan, dirinya pernah merasakan sesak nafas akibat polusi udara saat musim kemarau beberapa waktu lalu.
"Sering merasakan karena debu jalanan, sehari di motor 3 jam sakit batuk pilek sesekali sesak nafas paling parah pas musim kemarau kemarin," ucap Naufal kepada Poskota, Kamis, 6 November 2025.
Naufal mengaku, pernah didiagnosis gangguan pernapasan pada bulan Agustus lalu. Dia menyebut, hal itu diakibatkan oleh polusi udara.
