JAKARTA, POSKOTA.CO.ID - Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengatakan 30 persen dari total gaji atau pendapatan masyarakat sekitar Jakarta dihabiskan untuk transportasi.
Penyebabnya, sampai saat ini, fasilitas transportasi publik yang murah dan dapat diandalkan oleh masyarakat, belum bisa direalisasikan secara nyata di lapangan.
Muhammad Farhan, 32 tahun, karyawan swasta mengaku, dalam sebulan bisa menghabiskan sekitar Rp1 juta hanya untuk transportasi, mencakup bensin motor, parkir, tiket KRL, dan ongkos ojek online dari stasiun ke kantor.
"Kalo dihitung, mungkin sekitar satu jutaan untuk bensin motor, parkir motor, KRL dan gojek sampai ke kantor," ucap Farhan kepada Poskota, Minggu, 2 November 2025.
Farhan menyampaikan bahwa transportasi publik di Jakarta sebenarnya sudah cukup baik dan nyaman. Meski begitu, masalah kemacetan dan akses antar moda masih menjadi kendala utama.
Baca Juga: Warga Bekasi Habiskan Ongkos Transportasi Tertinggi se-Indonesia, Pekerja Tercekik
"Jadi seharusnya cukup naik bus, mau enggak mau naik ojek online yang hampir 10 ribu sekali jalan bahkan kalau lagi hujan deras bisa 30 ribuan," ujar Farhan.
Farhan menilai, kondisi macet inilah yang membuat banyak warga tetap bergantung pada ojek online untuk efisiensi waktu, meski biayanya tinggi.
"Mau sebagus apapun transportasi umum kita, kalau enggak jalanan macet ya percuma aja," kata dia.
Sementara itu, Ipan Pandoli, 26 tahun, seorang guru di SMK Yappenda Jakarta, mengatakan, rutin menggunakan bus TransJakarta koridor 10 dengan rute PGC-Tanjung Priok untuk berangkat dan pulang kerja.
"Keberangkatan dari Halte Pisangan menuju Plumpang dengan tarif Rp2.000 di pagi hari. Saat pulang dari halte Plumpang menuju Halte Pisangan dengan tarif Rp3.500, jadi biaya yang dikeluarkan per harinya hanya dengan Rp5.500," ujar Ipan.
Ipan menjelaskan, pengeluaran transportasi yang dia keluarkan hanya sekitar Rp110.000 per bulan, atau sekitar 5 persen dari gajinya.
"Rp5.500 kali 5 hari kerja sekitar Rp27.500, kalo untuk 1 bulan sekitar Rp110.000. Dalam sebulan untuk ongkos transportasi hanya 5 persen dari gaji," ucap Ipan.
Dengan adanya wacana kenaikan tarif TransJakarta menjadi Rp5.000, Ipan mengaku keberatan. Ia mengatakan, jika tarif benar-benar dinaikkan, dirinya akan beralih ke kendaraan pribadi.
"Saya sih enggak setuju jika tarif TJ dinaikan menjadi 5.000, jika dinaikan saya akan beralih ke kendaraan pribadi dan mungkin banyak juga yang akan beralih ke kendaraan pribadi," kata Ipan.
Sementara itu, Bayu Adjie, 34 tahun, seorang karyawan swasta yang rutin menggunakan KRL dan TransJakarta, menilai transportasi publik di Jakarta sebenarnya sudah baik.
Namun, ia menyoroti minimnya integrasi tarif antarmoda, yang membuat biaya perjalanan membengkak ketika harus berpindah dari satu transportasi ke transportasi lain.
"Sehari minimal buat ongkos 13 ribu. PP (pulang pergi) KRL 8 ribu, parkir motor 5 ribu. Kalau harus ke tempat lain, bisa lebih dari itu. Karena harus nyambung Transjakarta atau LRT atau MRT," ujar Bayu.
Baca Juga: Biaya Transportasi Mahal, Warga Bekasi Sisihkan Gaji untuk Ongkos ke Jakarta
Bayu menjelaskan, untuk sebulan dirinya harus merogoh kocek Rp500 ribu hingga Rp1 juta hanya untuk transportasi umum.
"Buat sebulan, anggaran yang disiapin buat ongkos aja sekitar 500 ribu sampai 1 juta. Kalau lebih alhamdulillah, bisa buat yang lain," kata Bayu.
Bayu menyatakan, bahwa saat ini transportasi umum yang ada di Jakarta dinilai sudah bagus. Namun, di sisi lain banyak masyarakat yang harus ganti dari moda transportasi. Misal dari KRL ke Transjakarta atau MRT yang menyebabkan biayanya jadi dua kali lipat
"Harusnya, ada integrasi tarif antarmoda transportasi. Misalnya dari KRL, naik Transjakarta, terus naik MRT/LRT. Sekarang setau saya integrasi itu cuma buat pengguna transportasi yang dikelola BUMD Jakarta. Namun, itu pun gak langsung otomatis terintegrasi kalau kita naik. Harus daftar dulu ribet," kata Bayu.
Menurutnya, sistem integrasi seharusnya tidak hanya berlaku untuk moda transportasi di bawah Pemprov DKI Jakarta, tetapi juga diperluas ke moda nasional seperti KRL dan LRT Jabodebek yang dikelola PT KAI.
"Juga integrasi tarif jangan di transportasi yang dikelola Pemprov aja. Tapi juga mesti diintegrasikan ke transportasi massal yang dikelola KAI, kaya KRL dan LRT Jabodebek," ungkap Bayu.
"Jadi mengurangi beban masyarakat yang mesti pindah-pindah moda transportasi, bayarnya gak dobel-dobel," ujarnya.
Terkait wacana kenaikan tarif TransJakarta menjadi Rp5.000, Bayu mengaku khawatir langkah itu justru bisa membuat masyarakat kembali beralih ke kendaraan pribadi, khususnya sepeda motor.
"Takutnya, kalau tarif naik, masyarakat malah milih naik kendaraan pribadi lagi, khususnya motor. Ongkos sehari buat bensin PP paling 10-20 ribu," ungkap dia. (cr-4)
