JAKARTA, POSKOTA.CO.ID – Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharief Hiariej, mengingatkan agar penyusunan regulasi terkait tembakau harus mengedepankan prinsip meaningful participation atau partisipasi bermakna.
Menurutnya, kebijakan yang dibuat harus benar-benar melibatkan seluruh pihak terdampak dan mencerminkan aspirasi masyarakat.
“Jika ada resistensi dalam pembahasannya, artinya tidak ada partisipasi. Dalam membentuk peraturan harus menyangkut berbagai aspek,” ujar Eddy dikutip Kamis, 30 Oktober 2025.
Ia menekankan, peraturan harus memiliki kekuatan filosofis, yuridis, dan terutama sosiologis. “Harus ekstra hati-hati, duduk bersama, dan berhubungan agar peraturan memiliki kekuatan filosofis, yuridis, dan yang paling penting sosiologis,” katanya.
Baca Juga: BNN Luncurkan Program “Jaga Jakarta Tanpa Narkoba” di Monas
Eddy menambahkan, kekuatan sosiologis penting agar kebijakan tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga diterima masyarakat.
“Partisipasi ini memastikan suara publik benar-benar didengar, dipertimbangkan, dan mendapatkan tanggapan, bukan sekadar formalitas. Pro dan kontra itu pasti ada, tapi semua masukan wajib dipertimbangkan,” ujarnya saat menjadi keynote speaker dalam seminar yang digelar Pusat Pengembangan Hukum Ketenagakerjaan (P2HK) Fakultas Hukum Universitas Brawijaya.
Ia juga mengingatkan agar Kementerian Kesehatan memperhatikan seluruh pihak yang terlibat dalam ekosistem pertembakauan, mulai dari petani, industri, tenaga kerja, pelaku ritel, hingga sektor industri kreatif.
“Tertib perundangan tetap perlu dijaga supaya ada kepastian hukum. Dalam membentuk peraturan apa pun kita harus ekstra hati-hati dan melibatkan semua pihak agar kebijakan tidak hanya kuat secara hukum, tetapi juga diterima secara sosial,” ujarnya.
Baca Juga: Aksi Demo Guru di Monas, Transjakarta Alihkan Sejumlah Rute
Sementara itu, Hendra Kurnia Putra dari Ditjen Peraturan Perundang-undangan menekankan pentingnya koordinasi antarinstansi dalam proses pembentukan aturan seperti Permenkes atau Permenko.
“Hal ini berlaku baik dalam penyusunan peraturan pelaksana seperti Permenkes maupun Permenko, dengan memaknai pentingnya koordinasi dan proses pengharmonisasian,” ucapnya.
Polemik Masih Berlanjut
Sejumlah aturan pertembakauan hingga kini masih menuai sorotan. Para pemangku kepentingan menilai regulasi yang ada belum sepenuhnya melibatkan partisipasi publik dan dinilai kurang transparan.
Beberapa kebijakan yang disorot antara lain larangan penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari sekolah dan tempat bermain anak sebagaimana tercantum dalam PP Nomor 28 Tahun 2024.
Selain itu, usulan penyeragaman kemasan rokok dengan warna yang sama oleh Kemenkes juga diprotes karena dianggap melampaui kewenangan yang diatur dalam PP tersebut.
Polemik ini dinilai menimbulkan ketidakpastian usaha di sektor tembakau yang menjadi sumber penghidupan jutaan petani, buruh, dan pedagang kecil di berbagai daerah.
