Baca Juga: Harga Emas Pegadaian Hari Ini Selasa 28 Oktober 2025: Galeri24 dan UBS Stabil, Antam Tak Tersedia
Bagaimana Siswa, Guru, dan Orang Tua Harus Merespon
Berikut beberapa pedoman untuk masing-masing pihak agar menghadapi TKA dan dinamika yang muncul secara lebih siap:
Untuk Siswa (kelas 12 khususnya):
- Pastikan memahami regulasi, tanggal, dan alur pelaksanaan TKA (pendaftaran, simulasi, pelaksanaan ujian).
- Buat rencana belajar yang realistis: prioritaskan materi wajib dulu (Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris) lalu masuk ke dua mata pilihan.
- Ikuti simulasi dan try-out sebanyak mungkin untuk membiasakan diri dengan format dan tekanan.
- Kelola stres dan beban: istirahat cukup, diskusikan bersama teman/guru bila ada yang tidak jelas.
- Gunakan hasil TKA sebagai peluang, bukan sebagai beban tambahan. Karena meskipun bersifat sukarela, hasilnya bisa menjadi nilai tambah atau alat seleksi.
Untuk Guru & Sekolah:
- Lakukan sosialisasi jelas kepada siswa dan orang tua terkait TKA: tujuan, manfaat, hak dan kewajiban siswa.
- Sediakan fasilitas simulasi atau try-out internal agar siswa terbiasa.
- Cermati bahwa Kurikulum Merdeka memberi fleksibilitas—manfaatkan fleksibilitas tersebut untuk menyesuaikan pembelajaran dengan persiapan TKA.
- Perhatikan aspek psikologis siswa: terutama kelas 12–13 di mana beban tinggi. Libatkan konselor atau guru BK.
- Gunakan data awal (hasil simulasi) untuk mengetahui area kelemahan siswa dan beri bimbingan tambahan sesuai kebutuhan.
Untuk Orang Tua:
- Sabar dan komunikatif: pelajari bersama anak tentang apa itu TKA, jangan menekan secara berlebihan.
- Dukung lingkungan belajar di rumah: pastikan anak punya waktu dan ruang untuk persiapan, tetapi juga istirahat.
- Ajak anak berdiskusi bukan hanya soal “nilai tinggi”, tetapi juga soal pemahaman, kesiapan mental, dan strategi.
- Jangan lupa: hasil TKA bukan satu-satunya penentu masa depan berapa banyak jalur dan pilihan yang terbuka.
Petisi “Batalkan TKA 2025” karya Siswa Agit sejatinya adalah wake-up call bagi dunia pendidikan kita: perubahan sistem besar seperti TKA bisa memunculkan keresahan bila implementasi, komunikasi, dan kesiapan belum optimal.
Namun di sisi lain, TKA sendiri memiliki maksud baik: memberikan ukuran yang lebih standar terhadap capaian akademik siswa, menyetarakan jalur formal dan nonformal, serta menjadi data yang bisa mendukung proses seleksi pendidikan selanjutnya.
Satu hal yang jelas: perubahan membutuhkan waktu, persiapan, dan dukungan bersama bukan sekadar kebijakan turun dari atas ke bawah. Bila semua pihak saling mendukung siswa, guru, orang tua, sekolah, pemerintah maka TKA bisa berubah dari “momok” menjadi “peluang”.
Mari kita lihat petisi ini bukan sebagai penolakan mutlak, tetapi sebagai sinyal bahwa kesiapan dan kejelasan sangat diperlukan kapan pun kebijakan baru pendidikan diperkenalkan.
