Laporan Diabaikan, Ibu Korban Perundungan di Bekasi Minta Pendampingan DPRD

Jumat 24 Okt 2025, 22:32 WIB
Ilustrasi perundungan. (Sumber: Poskota/Arif Setiadi)

Ilustrasi perundungan. (Sumber: Poskota/Arif Setiadi)

PONDOK GEDE, POSKOTA.CO.ID - Ibu berusia 35 harus, menelan pil pahit setelah anaknya, diduga menjadi korban perundungan di salah sebuah SD di wilayah Kecamatan Pondok Gede, Kota Bekasi.

Ia menyampaikan, putranya mengalami kekerasan fisik serta pemalakan diduga dilakukan empat teman sekelasnya. Akibat tindakan itu, korban mengalami luka memar dan pergeseran tulang pada bagian pundak.

Meski sudah melapor sejak Juni 2025, ia belum mendapatkan kejelasan penanganan dari pihak sekolah, Dinas Pendidikan, maupun kepolisian. Ia pun nekat mendatangi kantor DPRD Kota Bekasi untuk meminta pendampingan dari Komisi IV.

“Tujuan utama saya datang ke DPRD adalah untuk meminta pendampingan, karena kasus bully yang dialami anak saya seperti diabaikan. Baik dari pihak sekolah, dinas pendidikan, maupun kepolisian. Laporan saya dari bulan Juni sampai sekarang belum ada tindak lanjutnya,” katanya, Jumat, 24 Oktober 2025.

Baca Juga: Seorang Gadis di Bogor Jadi Korban Perundungan Rekannya, Orang Tua Minta Polisi Bertindak Cepat 

Menurutnya, perundungan terhadap anaknya sudah terjadi sejak korban duduk di bangku kelas 3 SD atau sekitar September 2024. Saat itu, korban kerap dipalak dan dipukul teman-teman sekelasnya.

“Karena anak saya tidak memberikan uang, mereka memancing dia masuk ke dalam kelas, lalu memukul berkali-kali, menendang, dan menampar,” ujarnya.

Sebelum melapor ke polisi, ia sempat mengikuti proses mediasi antara pihak sekolah dan orang tua pelaku. Namun, ia menilai upaya itu tak membuahkan hasil.

“Dari awal saya sudah melakukan mediasi, tapi diabaikan oleh pihak sekolah dan pelaku. Tidak ada kejelasan bagaimana penyelesaiannya,” ujar dia.

Baca Juga: Profil dan Tragedi Timothy Anugerah Saputra, Mahasiswa Unud Korban Perundungan yang Berujung Bunuh Diri

Sementara itu, ia menduga pengabaian itu terjadi, karena keberpihakan pihak sekolah kepada salah seorang orang tua pelaku.

“Salah satu ibu pelaku adalah koordinator kelas di sekolah itu,” ujarnya.

Saat ini, ia mengaku punya bukti rekaman pembicaraan saat mediasi dengan pihak sekolah dan Dinas Pendidikan. Dalam rekaman itu, ia mendengar pernyataan yang sangat melukai hatinya sebagai orang tua.

“Sekretaris Dinas menyatakan bahwa bully itu hal biasa, dimaklumi, dan wajar. Bahkan Kepala Sekolah bilang pemukulan itu sama seperti kecelakaan,” ucapnya.

Karena merasa tidak mendapat keadilan, ia akhirnya bertekad mencari dukungan ke Komisi IV DPRD Kota Bekasi.

Ia berharap agar para pelaku mendapatkan efek jera meski pada akhirnya tidak dapat diproses hukum karena masih di bawah umur.

Baca Juga: 6 Siswa Diduga Terlibat Perundungan di Tambun Selatan Bekasi Diperiksa

“Harapan saya, pelaku mendapat hukuman yang seharusnya. Kalau memang belum bisa dijerat hukum karena masih anak-anak, minimal ada sanksi sesuai usia mereka, agar ada efek jera,” tutur dia.

Atas kejadian tersebut, ia memilih anaknya dipindahkan ke salah sebuah sekolah dasar di Jakarta Timur, karena kecewa pihak SD diduga melakukan pembiaran terhadap kasus anaknya.

"Anak saya sudah tidak bersekolah disitu. Sudah saya pindahkan. Karena saya lihat dari pihak sekolahnya tidak boleh meneruskan proses ini. Ini bentuk rasa kecewa, dan juga tentang mental anak saya," kata dia.

Wakil Ketua Komisi IV DPRD Kota Bekasi, Wildan Fathurrahman menyampaikan, kasus tersebut menjadi alarm serius bagi dunia pendidikan.

Baca Juga: 6 Siswa SMP di Bekasi jadi Korban Perundungan Kakak Kelas, Korban Alami Trauma

Menurutnya, banyak keluhan serupa dari masyarakat, di mana pihak sekolah cenderung abai dan tidak responsif terhadap kasus perundungan.

“Saya kira ini titik awal untuk evaluasi. Penanganan bullying semestinya bisa selesai di tingkat sekolah. Kalau semua dibiarkan sampai ke dinas atau bahkan ranah hukum, berarti sistem yang ada perlu dipertanyakan,” ujar dia.

Ia menegaskan pentingnya penerapan SOP (Standar Operasional Prosedur) dalam menangani kasus perundungan.

“Semua SOP-nya sudah ada, tinggal komitmennya. Ke depan, bila ada kepala sekolah atau guru yang membiarkan kasus bullying, saya minta diberi sanksi tegas. Baik administratif maupun evaluasi jabatan,” ungkapnya.

Wildan juga mendorong agar sekolah dievaluasi bila terbukti tidak memiliki program pencegahan bullying atau melakukan pembiaran terhadap kekerasan di lingkungan pendidikan.

“Kalau ada indikasi kepala sekolahnya membiarkan, artinya sekolah itu harus dievaluasi,” katanya. (cr-3)


Berita Terkait


News Update