Kisah Asmat, Petani di Rorotan Jakut yang Sukses Kuliahkan Tiga Anak hingga Jadi Sarjana

Rabu 22 Okt 2025, 20:26 WIB
Ketua Kelompok Tani Maju Bersama, Asmat, saat beraktivitas di lahannya di Rorotan, Jakarta Utara, Rabu, 22 Oktober 2025. (Sumber: POSKOTA | Foto: M Tegar Jihad)

Ketua Kelompok Tani Maju Bersama, Asmat, saat beraktivitas di lahannya di Rorotan, Jakarta Utara, Rabu, 22 Oktober 2025. (Sumber: POSKOTA | Foto: M Tegar Jihad)

Dari hasil panen, rata-rata petani bisa menghasilkan sekitar 6 ton gabah setiap tiga bulan sekali. Dengan harga jual Rp6.500 per kilogram atau Rp6,5 juta per ton.

"Padi kalau kita tandur kalau ditandur itu 3 bulan, Tapi sih rata-rata 6 ton 6 tahun itu 3 bulan, 1 ton Rp6,5 juta itu, standar Bulog dikali 6 ton," ucapnya.

Bagi Asmat, menjadi petani bukan soal kaya atau miskin, melainkan soal berkah dan keteguhan hati.

Ia bersyukur, dari sawah yang digarapnya selama puluhan tahun, ia mampu menyekolahkan anak-anaknya hingga perguruan tinggi tanpa berutang besar.

“Kita hidup bukan nyari kaya, tapi nyari berkah. Kadang kalau anak minta uang, ya bingung. Tapi selalu ada jalan. Bisa pinjam, bisa bayar, yang penting berkah,” ujarnya.

Kini, salah satu anaknya bekerja di fasilitas RDF Rorotan, sementara satu lainnya sudah berkeluarga.

Sebagai petani senior, Asmat berharap pemerintah menjaga sisa lahan pertanian di Rorotan agar tidak tergantikan oleh proyek-proyek pembangunan.

“Harapan kita, lahan ini dijadikan lahan abadi. Jangan sampai petani di Jakarta hilang. Biar nanti bisa dikelola gabungan kelompok tani, mungkin juga dijadikan agrowisata,” ujarnya.

Baca Juga: Perkuat Ketersediaan Pangan, Bulog Serap 10 Ton Jagung Petani Bener Meriah Aceh

Selain itu, dia berharap agar harga pupuk dan obat pestisida bagi hama dapat diturunkan.

"Ya harapannya pupuk biar lebih murah obat-obatan (hama) juga bisa di murahin," ungkap Asmat.

Baginya, sawah bukan sekadar sumber penghasilan, tetapi penyambung hidup bagi warga sekitar.


Berita Terkait


News Update