Narkoba Jadi 'Bahan Bakar' Tawuran Remaja, Pengamat: Mereka Butuh Pemacu Adrenalin

Senin 20 Okt 2025, 21:03 WIB
Ilustrasi tawuran. (Sumber: Poskota/Arif)

Ilustrasi tawuran. (Sumber: Poskota/Arif)

“Penindakan saja tidak cukup, keluarga, sekolah, dan komunitas harus dilibatkan untuk mencegah agar anak muda tidak masuk ke lingkaran itu. Jadi jika hanya polisi dan BNN tanpa peran keluarga dan sekolah, solusi tidak akan tuntas,” kata Rissalwan.

Rissalwan juga menyinggung model yang kerap digunakan di luar negeri, seperti program wajib militer atau program pembinaan pasca-SMA. Sehingga anak-anak yang sudah lulus dari bangku SMA diberikan pilihan mau lanjut kuliah atau ikut serta wajib militer.

Dengan catatan, jika mereka telah mengikuti wajib militer kurang lebih selama dua tahun, maka institusi perguruan tinggi wajib menerimanya.

Baca Juga: Polisi Tangkap 8 Pemuda Tawuran di Senen Jakpus, Narkoba Ditemukan

"Karena dia (alumni wajib militer) adalah istilahnya itu son of nation atau anak-anak negara. Jadi, dengan cara itu tawuran hilang pasti, narkoba juga demikian," ucap Rissalwan.

Dalam keterangannya, BNN menyebut bahwa pelajar usia remaja termasuk dalam kelompok yang rentan terhadap penyalahgunaan narkoba. Hal ini karena pada masa remaja, individu masih berada pada fase labil sehingga mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar.

BNN juga menilai, maraknya tawuran dan tindakan kekerasan di kalangan pelajar kerap dipicu oleh penggunaan narkoba maupun obat keras yang termasuk dalam daftar G, seperti antibiotik, obat antidiabetes, dan antihipertensi.

"Kita sebagai orang tua harus lebih aware, lebih peduli melihat aktivitas anak-anak kita. Jangan sampai anak kita sendiri karena mungkin terlalu sayang, sehingga perhatiannya justru malah katakan membiarkan atau memanjakan," ucap Kepala BNN, Komjen Suyudi Ario Seto

Aksi tawuran antarwarga, pelajar maupun antar pelajar juga masih menjadi momok bagi warga Jakarta Timur. Meski tidak terjadi setiap hari, aksi tawuran kerap muncul pada momen-momen tertentu seperti bulan Ramadan atau perayaan tahun baru. Hal itu disampaikan oleh salah satu warga setempat, Lukman Nur Hakim, 25 tahun.

Lukman mengungkapkan, tawuran tidak hanya mengganggu ketentraman lingkungan, tetapi juga berdampak pada aktivitas ekonomi warga. Ia mencontohkan adanya wacana penutupan permanen pintu penyeberangan kereta antara Kayu Manis dan Palmeriam sebagai imbas dari seringnya bentrokan di area tersebut. Menurutnya, kebijakan itu akan menyulitkan mobilitas masyarakat yang biasa melintas di jalur itu.

“Kalau ditutup, warga harus memutar lewat Pramuka atau Pondok Jati. Dampaknya, kegiatan ekonomi bisa terganggu, misalnya lahan parkir jadi tidak terpakai dan ojek pangkalan kehilangan pendapatan,” keluh Lukman.

Lukman mengaku bersyukur tidak pernah menjadi korban tawuran, meski ia pernah ikut terlibat di masa lalu. Ia menilai fenomena tawuran sudah menjadi bagian dari budaya di lingkungannya.


Berita Terkait


News Update