Ibar menambahkan, dukungan tersebut bisa berupa insentif fiskal dan ekonomi bagi perusahaan yang berkomitmen menjalankan sistem isi ulang atau guna ulang.
Di sisi lain, perusahaan besar seperti Unilever, Nestlé, dan Mayora juga dinilai memiliki peran penting dalam transisi menuju industri bebas plastik sekali pakai.
Baca Juga: Atasi Polusi Udara, DPRD DKI Dukung Perbanyak RTH
Selain itu, Ibar menyoroti pentingnya koordinasi lintas sektor dalam penanganan masalah plastik. Selama ini, isu plastik seringkali hanya dibebankan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), padahal persoalan ini juga berkaitan erat dengan sektor kesehatan dan industri.
“Dampak plastik terhadap kesehatan harus jadi perhatian serius. Ada peran Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perindustrian yang juga penting. Tanpa koordinasi lintas sektor, masalah plastik tidak akan selesai,” terang Ibar.
Terkait kondisi di Jakarta dan kota besar lainnya, Ibar menyebut bahwa volume sampah plastik terus meningkat setiap tahun. Beberapa tempat pembuangan akhir (TPA) bahkan sudah mengalami overload dan memicu kebakaran.
Seperti di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat dan lainnya yang sudah penuh dan mulai kesulitan mencari lahan baru.
"Ini menunjukkan sistem pengelolaan sampah kita tidak seimbang dengan laju produksi plastik,” ucap Ibar.
Karena itu, kata Ibar, Greenpeace menegaskan, tanpa pengurangan produksi plastik di tingkat industri dan dukungan kuat dari pemerintah, mikroplastik akan terus mencemari lingkungan dan tubuh manusia.
Bahkan, turun bersama air hujan yang kini jatuh di kota-kota Indonesia.