Ekonomika Pancasila: Ekonomi Tanpa Kejeniusan

Rabu 01 Okt 2025, 09:54 WIB
Opini Ekonomika Pancasila oleh Yudhie Haryono (CEO Nusantara Centre).

Opini Ekonomika Pancasila oleh Yudhie Haryono (CEO Nusantara Centre).

Akhirnya di ekonomi ekstraktif, warga negara seperti lilin ulang tahun. Para mafia meniup lilin itu sampai redup dan mati. Kemudian mereka hidup dalam dendam tak berkesudahan: ekspor bahan mentah dan SDM rendah sambil mentradisikan KKN serta bertepuk tangan tanpa tahu apakah itu sedih atau kegilaan.

Maka, dalam ekonomi ekstraktif, kebutuhan rakyat miskin tidak mungkin dipenuhi oleh elite dan ekonom yang berkhianat dan dendam dengan kemiskinannya di masa lalu.

Para elite dan ekonom itu memilih jadi kacung, gedibal dan rentenir mafia sehingga tidak mungkin memenuhi amanat konstitusi. Mereka hanya bangga jadi petugas dan penjaga konglomerat lokal, nasional dan global.

Memang, pemikir(an) di kita cuma ada dua: (1)Yang berontologi "we part of them," (2)Yang berprinsip "they part of us." Sayangnya, pikiran pertama sangat merajalela. Terutama saat orde baru berkuasa sampai kini.

Baca Juga: Ekonomika Pancasila: Demi Nasionalisasi

Kita belum berhasil membangun sistem sendiri (pemikiran asli/sendiri). Memang, Tan Malaka, Bung Karno, Bung Hatta sudah memulai. Kita tinggal meneruskan dan mengembangkan serta memenangkan segera.

Singkatnya, kita punya PR besar dan menantang: menciptakan sistem ekopol yang memfokuskan hubungan demokratis dan mengatur konfigurasi kuasa: relasi kekayaan, relasi pengetahuan dan relasi kebudayaan/keagamaan.

Tentu ini ekonomi pancasila, ekonomi kejeniusan. Satu program yang tidak mudah. Terlebih, kata "asli" telah dihapus dari konstitusi, tetapi tak perlu berkecil hati.


Berita Terkait


News Update