Oleh: Yudhie Haryono (CEO Nusantara Centre)
Keren. Pidato kenegaraan Presiden Prabowo Subianto pada Sidang Tahunan MPR RI, Jumat, 15 Agustus 2025, menyampaikan pentingnya investasi asing, tanpa kritis dan minus evaluatif.
Semua seperti kesirep. Melihat, mendengar, merasakan dan menelan investasi seakan-akan itu "kewajaran dan kerasionalan." Yang kritis dan melawan investasi asing dianggap tuna intelektual, tuna adab, tuna moral, tuna mental, buta sejarah, rabun konstitusi, budek kritik dan buta realitas.
Apa betul begitu? Mari telaah secara jernih. Kasus Rempang sebenarnya bukti bahwa tidak semua investasi itu "bener dan pener." Kasus yang serupa walau tak sama terjadi di mana-mana dan berulang. Jadi, kurang apalagi semesta membukakan bukti agar mata batin kita jernih menempatkan investasi (asing) itu ilusi?
Baca Juga: Ekonomika Pancasila: Republik Kemakmuran
Laku ilusi merupakan kondisi seseorang yang salah persepsi akibat sensorik dalam tubuhnya. Alih-alih melihat sesuatu yang riil, pengidap ilusi biasanya mengalami salah persepsi terhadap rangsangan eksternal yang dialaminya.
Dalam konteks investasi, ilusi ini dikenal sebagai pseudohalusinasi dan menjadi tanda gangguan kejiwaan. Di negara Indonesia, hampir semua elitenya beriman pada investasi sebagai metoda sekaligus tujuan pembangunan tanpa kritis. Bahkan diterima tanpa dipikirkan, ditandatangani tanpa dibaca, dikerjakan tanpa dirasakan apa efek sampingnya. Itu karena elite kita mengidap gangguan kejiwaan menuju delusions of grandeur.
Para elite, karena tak benar saat sekolah, mereka tak tahu kedaulatan. Karena tak paham kedaulatan, mereka tak mengerti tupoksinya. Karena tak tahu tupoksinya, mereka ikut saja apa bisikan orang sekelilingnya. Mereka tak mengerti bahwa bernegara itu berdaulat. Bahwa berdaulat itu boleh dan bisa cetak uang untuk modal.
Lihatlah. Hanya untuk cari modal, mereka jadi pengemis ke seluruh pelosok dunia. Saat ada investor mau investasi dengan syarat usir dan bersihkan warganegara, mereka suka-suka saja. Bahkan, kerahkan serdadu yang sudah disuap serupiah dua rupiah. Ya, mereka tahu serdadu kita menyembah rupiah, membela yang bayar. Elite ekopol dan serdadu kita ini sekarang hobinya datang, duduk, dusta, destruktif, dangdutan dan dodolan plus dobolan (7D). Serakah dan tega plus khianat sesama plus khianat semesta.
Baca Juga: Ekonomika Pancasila: Rekapitalisasi Kekayaan Nasional
Sesungguhnya, setiap investasi (asing) selalu membawa anak haram: intervensi, infiltrasi, inefesiensi, instabilisasi dan invasi (5i). Dus, ujungnya sama: silent invasion (penjajahan secara diam-diam). Bagaimana memahaminya?