Direktur Jenderal Migas, Laode Sulaeman, menjelaskan bahwa kelangkaan ini terjadi akibat peralihan massal konsumen BBM subsidi ke BBM nonsubsidi.
"Itu kan dinamika yang terjadi kan memang ada shifting ya yang tadinya banyak pengguna RON 90 ada shifting ke RON yang lain. Sebenarnya ini dinamika konsumsi saja," ujar Laode usai rapat koordinasi dengan para badan usaha penyedia BBM pada Selasa, 9 September.
Peralihan ini, seperti yang pernah dijelaskan Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung, mencapai volume yang sangat signifikan, yaitu sekitar 1,4 juta kiloliter.
Pemicu utamanya adalah kebijakan penerapan QR Code untuk pembelian BBM bersubsidi. Banyak pemilik kendaraan dengan kapasitas mesin (CC) di atas ketentuan yang akhirnya tidak bisa lagi membeli Pertalite dan beralih ke BBM nonsubsidi yang banyak disediakan oleh SPBU swasta.
"Sementara masyarakat karena itu perlu mendaftar, kemudian mereka juga mungkin itu CC kendaraannya tidak sesuai, terjadi shifting yang tadinya dari subsidi Pertalite itu menjadi non subsidi," kata Yuliot.
Baca Juga: Daftar SPBU Shell di Jakarta yang Masih Tersedia Stok BBM
Langkah Strategis Pemerintah
Untuk mengatasi kesenjangan pasokan ini, pemerintah mengambil langkah dengan memfasilitasi proses sinkronisasi. Intinya, badan usaha swasta didorong untuk membeli stok BBM dari Pertamina guna memenuhi kekosongan yang terjadi.
"Tadi setelah rapat, nanti akan disusul dengan surat dari saya menyampaikan untuk istilahnya sinkronisasi karena disana ada sinkronisasi volume dan ada sinkronisasi spesifikasi. Spesifikasi tadi sudah saya bacakan," jelas Laode.
Kebijakan ini diharapkan dapat segera mengisi kekosongan stok di SPBU swasta dan mengembalikan stabilitas pasokan BBM nonsubsidi ke seluruh jaringan, sehingga konsumen tidak lagi mengalami kesulitan mendapatkan bahan bakar untuk kendaraan mereka.