Kopi Pagi: Jujurlah Koreksi Diri

Senin 08 Sep 2025, 06:00 WIB
Kopi Pagi: Jujurlah Koreksi Diri. (Sumber: Poskota)

Kopi Pagi: Jujurlah Koreksi Diri. (Sumber: Poskota)

Baca Juga: Kopi Pagi: Erosi Legitimasi

Hanya saja seperti disebutkan di awal tulisan ini, mawas diri memerlukan kejujuran. Jujur mengoreksi terhadap kesalahan -kesalahan yang sering diperbuat, kekurangan yang perlu diperbaiki. baik dalam ucapan dan perbuatan. Tanpa kejujuran, koreksi diri hanyalah kamuflase belaka tiada guna, jauh dari manfaat, seperti dikatakan Pak Harmoko dalam kolom “Kopi Pagi” edisi 9 September 2019 dengan judul “Budaya Mawas Diri.”

Perlu kiranya menginisiasi diri, sekalipun orang lain tidak tahu apa yang ada di benak kita, hati kita, pikiran kita, bukan berarti kita lepas dari pengawasan.

Sekecil apa pun kesalahan, sangat rapi sekalipun pelanggaran disembunyikan, tapi semua itu tak akan tersembunyi di hadapan Tuhan Yang Maha Mendengar, Maha Melihat dan Maha Mengetahui.

Itulah perlunya kontrol diri, pengendalian dalam berucap dan berbuat.

Di tengah kompetisi kehidupan yang kian ketat, menjadikan kontrol diri semakin penting menyatu dalam kalbu sebagai kekuatan penyeimbang hawa nafsu.

Pengendalian diri kian dibutuhkan, terlebih dengan semakin kompleksnya permasalahan yang ditangani negara saat ini, mulai dari penyediaan lapangan kerja, swasembada pangan, membangun infrastruktur sampai dengan transisi energi serta pengelolaan perubahan iklim. Belum lagi situasi dunia yang sedang tidak baik – baik saja.

Tanpa kontrol diri, mengarah kepada sikap dan perbuatannya tak sesuai dengan norma ideal, sosial dan moral yang berlaku di lingkungannya. Mengapa? Jawabnya karena ada musuh besar yang tersembunyi dalam diri kita semua.

Musuh dimaksud adalah hawa nafsu dengan beragam latar belakangnya.
Hawa nafsu sering juga dimaknai sebagai kekuatan emosional yang sangat besar dalam diri seseorang menyangkut pemikiran, kehendak atau boleh jadi fantasi diri.

Baca Juga: Kopi Pagi: Pemimpin Harus Tegas, Rakyat Menunggu Keberpihakan

Orang melakukan korupsi misalnya, bukan karena tidak tahu bahwa korupsi itu melanggar hukum. Tetapi lebih karena tidak memiliki kemampuan mengendalikan hawa nafsu, keinginan kuat dalam hatinya untuk mendapatkan uang berlimpah dengan mudah. 

Seseorang berkata kasar, menyakiti hati rakyat, bukannya tidak tahu etika dan tata krama, terlebih pejabat dan tokoh masyarakat, tetapi lebih karena tidak mampu mengendalikan kesombongan diri akibat kekuasaan dan kekuatan.


Berita Terkait


undefined
Kopi Pagi

Kopi Pagi: Erosi Legitimasi

Kamis 04 Sep 2025, 06:55 WIB

News Update